Hukum Penggunaan Kertas dari Kotoran Gajah dan Hukum Jual Beli Kotoran
Pertanyaan:
Assalamu‘alaikum wr.wb.
- Di acara salah satu TV swasta pernah menayangkan acara daur ulang kotoran gajah untuk membuat kertas karena katanya kotoran gajah seratnya lebih tebal dibandingkan hewan lainnya. Pertanyaan: Apa hukumnya kertas tersebut, najis atau tidak?
- Di dalam hadis diterangkan bahwa menjual barang najis itu hukumnya haram, bagaimana dengan kasus di atas? Dan bagaimana pula orang yang menjual kotoran binatang yang dijual oleh pabrik untuk pupuk?
Terimakasih atas jawabannya.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Pertanyaan Dari:
Eny Mulyana, Sendang Rt 02/02, Kalinyamatan, Jepara, Jawa Tengah
(disidangkan pada hari Jum’at, 18 Ramadan 1434 H / 26 Juli 2013 M)
Jawaban:
Wa‘alaikumussalam wr. wb.
Sebelum menjawab pertayaan pertama tentang hukum kertas yang terbuat dari kotoran gajah, apakah tergolong najis atau tidak, alangkah baiknya difahami terlebih dahulu tentang proses pembuatannya sebagaimana dijelaskan oleh para ahlinya: “Proses pembuatan kertas dari kotoran gajah dilakukan secara bersih dan steril, dengan cara dicuci dan direbus untuk mematikan bakteri atau mikroba lain serta untuk melunakkan serat. Proses pembuatan kertas dari kotoran gajah dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu dicuci dengan air untuk memisahkan serat sisa makanan dan kotorannya. Karena metabolisme gajah di ususnya tidak sempurna (sekitar 40-60 persen serat tak dicerna). Kondisi itulah yang dimanfaatkan menjadi bakal kertas. Serat yang telah bersih dan steril itu dijemur hingga kering dan berubah warna kecoklatan. Kemudian serat kering digiling untuk dihaluskan lalu direndam hingga menjadi bubur. Selanjutnya, bubur serat dicampur dengan bubur kertas hingga menyatu. Setelah teraduk sempurna, campuran itu dicetak di atas kain screen dengan ukuran tertentu. Tahapan ini mirip seperti pembuatan sablon secara tradisional. Kertas dari kotoran gajah ini kemudian dapat dimanfaatkan untuk pembuatan buku, amplop, cetak foto, undangan, bingkai foto dan lainnya.
Terkait dengan pertanyaan pertama, perlu dijelaskan bahwa tidak semua kotoran termasuk kategori najis, seperti kencing unta dapat dikonsumsi secara langsung, sebagaimana dijelaskan dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ فَاجْتَوَوْا الْمَدِينَةَ فَأَمَرَهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِلِقَاحٍ وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا … [رواه البخاري ومسلم]
Artinya: “Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata, “Beberapa orang dari ‘Ukl atau ‘Urainah datang ke Madinah, namun mereka tidak tahan dengan iklim Madinah hingga mereka pun sakit. Beliau lalu memerintahkan mereka untuk mendatangi unta dan meminum air kencing dan susunya … .” [HR Bukhari dan Muslim]
Contoh lain adalah kotoran dari kambing yang memakan buah zaitun, dapat dimanfaatkan biji (zaitun)nya yang masih utuh untuk bahan minyak (minyak zaitun), kotoran dari binatang luwak yang memakan biji kopi yang masih utuh dengan kulit keras (tempurung)nya dapat dikonsumsi setelah dibersihkan dan dipisahkan dari kotorannya. Biji zaitun yang ada dalam kotoran kambing maupun biji kopi yang terdapat dalam kotoran luwak secara zatnya tidak termasuk najis namun ia termasuk kategori al-mutanajjis (sesuatu yang terkena najis) sehingga harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi.
Imam an-Nawawi, dalam kitab al-Majmu’ jilid 2 halaman 573 menyebutkan pendapat ulama’ dari kalangan Madzhab Syafi’i yang menjelaskan tentang kebolehan mengkonsumsi biji-bijian yang terdapat dalam kotoran binatang yang halal dikonsumsi, sebagai berikut:
إِذَا أَكَلَتِ الْبَهِيْمَةُ حَبًّا وَخَرَجَ مِنْ بَطْنِهَا صَحِيْحًا، فَإِنْ كَانَتْ صَلَابَتُهُ بَاقِيَةً بِحَيْثُ لَوْ زُرِعَ نَبَتَ، فَعَيْنُهُ طَاهِرَةٌ لٰكِنْ يَجِبُ غَسْلُ ظَاهِرِهِ لِمُلَاقَاةِ النَّجَاسَةِ
Artinya: “Apabila hewan memakan biji-bijian dan keluar dari perutnya dalam keadaan masih baik, jika kulit kerasnya masih utuh, seukuran jika ditanam ia bisa tumbuh, maka biji tersebut dikatakan suci, tetapi harus dibersihkan luarnya karena terkena najis (mutanajjis).” [an-Nawawi, al-Majmu’, 2/ 573]
Terkait dengan kasus yang saudara tanyakan, menurut pendapat kami, jika serat rumput tersebut masih utuh dan dapat dipisahkan dari kotorannya dan dibersihkan, maka serat-serat rumput tersebut menjadi suci dan dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kertas dan sejenisnya. Meskipun rumput gajah atau pohon jagung yang biasa dimakan oleh gajah tidak sama dengan biji-bijian yang terlindungi oleh kulit kerasnya, namun serat-seratnya yang keras dan tebal tersebut dapat dipisahkan dari kotorannya dan bahkan dapat disterilkan sehingga disamping bersih ia juga terbebas dari bakteri dan dan mikroba yang membahayakan serta bukan untuk dikonsumsi/dimakan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kertas yang terbuat dari serat kotoran gajah yang telah melewati proses sebagaimana dijelaskan di atas termasuk benda suci dan dapat digunakan untuk pembuatan buku dan sejenisnya serta boleh diperjualbelikan.
Mengenai pertanyaan kedua, yaitu hukum menjual barang najis seperti kotoran untuk pupuk (kompos) dan sejenisnya, masih terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama, sebagian ada yang mengharamkan dan sebagian lagi membolehkan. Adapun dalil yang digunakan oleh para ulama yang melarang (mengharamkan) antara lain:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ حُرِّمَتْ عَلَيْهِمُ الشُّحُوْمُ فَبَاعُوْهَا وَ أَكَلُوْ أَثْمَانِهَا وَإِنَّ اللهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيْئٍ حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ. [رواه أحمد و أبو داود]
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Allah melaknat orang-orang Yahudi, karena telah diharamkan kepada mereka lemak-lemak (bangkai) namun mereka menjualnya dan memakan hasil penjualannya. Sesungguhnya jika Allah mengharamkan kepada suatu kaum memakan sesuatu, maka diharamkan pula atas mereka hasil penjualannya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Sedangkan ulama yang menghalalkan jual-beli kotoran di antaranya ialah madzhab Hanafi dan lainnya, mereka menyatakan bahwa kotoran binatang ternak yang dagingnya halal dimakan, adalah suci dan tidak najis, sehingga boleh diperjualbelikan untuk pupuk (kompos). Mereka berdalil berdasarkan perbuatan masyarakat muslim di sepanjang sejarah yang biasa memperjual-belikan kotoran binatang, dan tidak ada yang mengingkarinya. Adapula yang berpendapat bahwa yang diperbolehkan ialah menjual jasa penyediaan kotoran binatang sebagai pupuk dan bukan menjual bendanya.
Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, kami menguatkan (mentarjih) kebolehan menjualbelikan kotoran untuk dijadikan pupuk. Sedangkan larangan menjualbelikan benda najis yang dimaksudkan oleh syara’ (agama) adalah menjual atau membeli sesuatu yang disepakati keharamannya untuk dikonsumsi seperti daging babi, bangkai, khamar dan sejenisnya. Adapun hukum menjualbelikan kertas yang terbuat dari bahan kotoran gajah dengan proses di atas hukumnya mubah (boleh), karena termasuk suci.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah, No. 20,2013