Pertanyaan:
Assalamu’alaikum w. w.
Perihal ilmu yang bermanfaat, harus ditransformasikan kepada orang banyak agar mengalir dan berkembang terus. Lalu bagaimana dengan mereka yang mengatasnamakan resep rahasia, privasi dan koleksi pribadi sehingga tidak mentransfer ilmunya kepada orang lain?
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum w. w.
Pertanyaan dari:
Iqbal Tawakal, 21 tahun, Jagakarsa, Jakarta Selatan
(disidangkan pada hari Jum’at, 25 Jumadilawal 1432 H / 29 April 2011 M)
Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaan saudara, mudah-mudahan jawaban kami dapat menambah pengetahuan saudara dalam mendalami dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam.
Dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 159-160 diterangkan:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِن بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَـئِكَ يَلعَنُهُمُ اللّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ. إِلاَّ الَّذِينَ تَابُواْ وَأَصْلَحُواْ وَبَيَّنُواْ فَأُوْلَـئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ [البقرة: 159-160]
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam al-kitab, mereka itu dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh semua makhluk yang bisa melaknat. Kecuali mereka yang telah bertaubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran, maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya, dan Akulah yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang.” [QS. al-Baqarah (2): 159-160]
Adapun sebab turunnya ayat ini berkenaan dengan ahli kitab, tatkala mereka ditanya tentang apa yang ada dalam kitab mereka tentang kenabian Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang ternyata mereka menyembunyikannya dan tidak mau memberitakannya karena rasa dengki dan marah.
Kandungan hukum dalam ayat ini tentu tidak hanya khusus berkenaan dengan para pendeta Yahudi dan Nasrani yang enggan memberitakan dan menyembunyikan sifat-sifat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dalam sebab turunnya saja, akan tetapi lebih luas. Artinya, bahwa ayat ini mengena pula kepada setiap orang yang menyembunyikan ayat-ayat Allah dan menyembunyikan hukum-hukum agama, karena yang dipakai sebagaimana dikatakan oleh ulama ushul adalah keumuman lafalnya, bukan kekhususan sebabnya. Sedangkan ayat-ayat ini bersifat umum, menggunakan sighat isim maushul (alladzina yaktumuna: mereka yang menyembunyikan). Oleh karena itu menunjukkan arti umum.
Hal tersebut diperkuat juga dengan hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَتَمَ عِلْمًا مِمَّا يَنْفَعُ اللَّهُ بِهِ فِي أَمْرِ النَّاسِ أَمْرِ الدِّينِ أَلْجَمَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ النَّارِ
Artinya: Dari Abu Sa’id berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang menyembunyikan ilmu tentang ilmu Allah yang bermanfaat bagi manusia dan agama, maka ia pada hari kiamat nanti akan dikendalikan dengan kendali api neraka.” [HR. Ibnu Majah]
Dari ayat al-Quran dan hadis di atas, jelaslah bahwa adanya larangan bagi kita menyembunyikan ilmu terutama ilmu agama dan ilmu yang dibutuhkan dan bermanfaat bagi manusia. Sebaliknya jika ilmu itu tidak bermanfaat bahkan bisa membahayakan agama dan manusia tentunya kita dilarang untuk menyebarluaskannya.
Menjawab pertanyaan saudara, lalu bagaimana dengan mereka yang mengatasnamakan resep rahasia, privasi dan koleksi pribadi sehingga tidak tertransfer ilmunya kepada orang lain? Tentunya masalah ini berbeda dan tidak bisa disamakan dengan menyembunyikan ilmu. Ilmu memasak, resep rahasia, koleksi pribadi dan lain sebagainya merupakan harta intelektual yang menjadi trade secret (rahasia perniagaan) atau hak cipta yang mesti dijaga dan dirahasikan bahkan dilindungi undang-undang. Sebagai contoh, sebuah rumah makan memiliki seorang ahli resep yang mampu mendatangkan banyak pelanggan sehingga membuat usaha rumah makan itu mendapat keuntungan berlimpah, tentu saja harus merahasiakan resepnya karena jika tidak akan dipakai orang lain dan dapat membuat usaha rumah makannya bangkrut.
Sementara yang dilarang menurut al-Quran dan hadis yang kami sebutkan di atas adalah menyembunyikan ilmu agama bila ada orang yang bertanya atau ketika masyarakat memerlukan fatwa, tapi para alim ulama berdiam diri padahal mengetahui dan memahaminya. Atau ketika masyarakat membutuhkan suatu pengetahuan tertentu untuk penanggulangan masalah yang dihadapi, tapi orang yang berilmu justru mendiamkannya dan bahkan mengabaikannya. Sebagai contoh, ketika terjadi musibah atau wabah penyakit, tentu saja pihak berwenang atau yang berilmu harus memberikan keterangan yang seluas-luasnya agar tidak memberikan dampak negatif pada masyarakat.
Hemat kami, alangkah mulianya seandainya sesama muslim bisa saling menolong di dalam hal kebaikan, terlebih dapat mengangkat derajat dan meningkatkan kesejahteraan saudaranya ke dalam keadaan yang lebih baik yang tentunya melalui pembicaraan dan perjanjian yang saling menguntungkan. Bukankan telah dijelaskan dalam al-Quran:
… وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ [المائدة: 2]
Artinya: “… Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” [QS. al-Maidah (5): 2]
Wallahu a’lam bisshawab
Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah: No. 10, 2011