Pertanyaan:
Assalamu’alaikum w. w.
Mohon penjelasan bagaimana hukumnya orang yang shalat wajib atau sunnah sambil membaca al-Quran, di mana hal itu dilakukan karena belum atau tidak hafal terhadap surat yang ingin dibaca?
Demikian, terima kasih atas penjelasannya.
Wassalamu’alaikum w. w.
Pertanyaan dari:
Suryono, NBM: 907372, SMK Muhammadiyah 2 Andong
(disidangkan pada hari Jum’at, 19 Syawal 1435 H / 15 Agustus 2014 M)
Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaan saudara. Mengenai pertanyaan saudara tentang shalat sambil membawa atau membaca mushaf, ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya:
Pertama, melarangnya dengan alasan bahwa orang yang shalat sambil membawa mushaf, membolak-balik halaman mushaf, melihat mushaf, dan seterusnya adalah gerakan yang terlalu banyak, padahal itu bukan bagian dari shalat. Sementara itu juga tidak diperlukan ketika shalat, sehingga hal ini merusak shalatnya. Orang yang sedang mengerjakan shalat sebenarnya sedang menghadap Allah Subhanahu wa ta’ala. Orang yang sedang shalat, wajib menjaga ketenangan dan khusyu’ (menundukkan diri).
Ketenangan dan khusyu’ (menundukkan diri), sangat diperlukan dalam menghadap Allah agar dapat mencapai apa yang menjadi tujuan shalat, yaitu rahmat, maghfirah, dan hidayah dari Allah. Oleh sebab itu Allah sangat menganjurkannya dalam firman-Nya:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاَتِهِمْ خَاشِعُونَ (2) وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (3) [المؤمنون: 1-3]
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu` dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.” [QS. al-Mu’minun [23]: 1-3]
Dijelaskan pula dalam sebuah hadis, apabila mengerjakan shalat, hendaklah dilakukan dengan konsentrasi seakan-akan Allah Subhanahu wa ta’ala berada di hadapannya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَارِزًا يَوْمًا لِلنَّاسِ فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ: مَا اْلإِيْمَانُ؟ قَالَ: اْلإِيْمَانُ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَبِلِقَائِهِ وَرُسُلِهِ وَتُؤْمِنَ بِاْلبَعْثِ. قَالَ: مَا اْلإِسْلاَمُ؟ قَالَ: اْلإِسْلاَمُ أَنْ تَعْبُدَ اللهَ وَلاَ تُشْرِكَ بِهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤَدِّيَ الزَّكَاةَ اْلمَفْرُوْضَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ. قَالَ: مَا اْلإِحْسَانُ؟ قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَّمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. [رواه البخاري]
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu., ia berkata: Pada suatu hari Nabi keluar kepada orang-orang, kemudian datanglah kepadanya seorang laki-laki, lalu berkata: Apakah iman itu? Nabi bersabda: Iman ialah percaya kepada Allah, para malaikat-Nya, akan bertemu dengan-Nya, utusan-utusan-Nya, dan percaya kepada hari kebangkitan. Ia berkata: Apakah Islam itu? Nabi bersabda: Islam ialah menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat fardhu dan puasa pada bulan Ramadhan. Ia berkata: Apakah ihsan itu? Nabi bersabda: Menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, sekalipun kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah melihatmu …” [HR. al-Bukhari]
Kedua,yaitu membencinya dengan alasan orang yang shalat sambil membawa dan membaca mushaf khawatir termasuk tasyabbuh (menyerupai) dengan ahli kitab.
Selain itu, ada pandangan yang ketiga,yaitu membolehkannya. Pandangan inilah yang dipilih dan dipedomani mayoritas ulama dengan alasan hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu:
عَن ابْنِ أَبِي مُلَيكَةَ وَكَانَتْ عَائِشَةُ يَؤُمُّهَا عَبْدُهَا ذَكْوَانُ مِنَ الْمُصْحَفِ [رواه البخاري]
“Diriwayatkan dari Ibnu Abi Mulaikah, bahwa Aisyah radhiyallahu ‘anha. pernah diimami oleh budaknya yang bernama Dzakwan dan dia membaca dari mushaf.” [HR. al-Bukhari secara Muallaq, dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf]
Demi terbebasnya dari ketiga perbedaan pendapat di atas, kami berpandangan bahwa orang yang shalat sambil membawa dan membaca mushaf tidak ada larangan, terlebih jika dibutuhkan sebagaimana seperti yang saudara tanyakan. Seperti sering kita temukan pada shalat malam ketika Ramadhan yang panjang bagi seseorang [khususnya imam] yang khawatir terjadi kesalahan bacaan al-Quran atau tidak hafal. Hanya saja, tentu jika orang tersebut berusaha untuk menghafalkannya akan lebih utama, sehingga tidak perlu membawa al-Quran ketika shalat atau menjadi imam. Tentu dengan syarat tidak banyak gerakan yang tidak berhubungan dengan shalat yang dapat membatalkan dan tidak terjaganya kekhusyu’an shalat.
Walaupun membawa dan membaca mushaf ketika shalat tidak ada larangannya, jangan sampai pelaksanaannya justru memberatkan atau menyusahkan, karena Allah Subhanahu wa ta’ala menjelaskan dalam firman-Nya:
… فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ … [المزمّل: 20]
“… Bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Quran …” [QS. al-Muzammil [73]: 20]
Mengenai pandangan di antara ulama yang membenci orang shalat sambil membaca mushaf karena khawatir termasuk tasyabbuh (menyerupai) dengan ahli kitab, merupakan pandangan yang tidak berdasar. Membaca al-Quran terlalu jauh untuk disebut meniru ahli kitab, apalagi dibandingkan seperti membaca kitab/buku-buku lainnya. Hal ini karena membaca al-Quran termasuk amal shalat, sementara kitab/buku-buku lain tidak termasuk bagian shalat. Sebagaimana kita boleh membaca buku umum yang bermanfaat dan itu tidak termasuk tasyabbuh (menyerupai) terhadap ahli kitab, maka membaca al-Quran lebih layak untuk tidak disebut meniru kebiasaan orang kafir.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah: No. 6, 2015