Pertanyaan:
Kami selaku Pimpinan Panti Asuhan, mengasuh anak-anak yatim, piatu dan orang anak miskin. Mereka kami beri sandang dan pangan dan biaya sekolah sejak SD hingga tamat SLTA. Biaya dan sandang serta pangan yang kami asuh dan bukan pula milik saya. Apakah saya harus mengeluarkan zakat fitrah untuk mereka atas nama pimpinan Panti dengan pangan yang dimiliki Panti Asuhan yang saya pimpin itu? Mohon penjelasan. (Muhammad Yusuf, JL. Baruang No. 36 D/H 8 Medan, Sumut).
Jawaban:
Yang anda tanyakan ada tiga kategori, yakni anak yatim, anak piatu/orang miskin. Tentu saja yang masuk Panti Asuhan yang anda pimpin bukanlah anak yatim, anak piatu dan anak/orang miskin yang memiliki sesuatu. Tandanya mendapatkan santunan pangan dan pakaian serta biaya sekolah. Pada pokoknya zakat fitrah dikenakan kepada setiap jiwa, baik besar, kecil, hamba maupun orang merdeka, seperti dinyatakan pada Hadis riwayat Muslim dari Ibnu Umar:
عن عبد الله بن عمر: أنّ رسولَ اللهِ ﷺ فرَض زكاةَ الفطرِ مِن رمضانَ على كلِّ نفسٍ مِن المسلِمينَ حُرٍّ أو عبدٍ، رجلٍ أو امرأةٍ، صغيرٍ أو كبيرٍ صاعًا مِن تمرٍ أو صاعًا مِن شعيرٍ
Artinya: Dari Ibnu Umar, ia menyatakan: “Nabi menfardlukan sedekah fitri di bulan Ramadhan, pada setiap orang Muslim, baik merdeka, hamba, laki-laki atau wanita, besar atau kecil, satu sha’ dari tamar atau satu sha’ dari gandum.” (HR. Muslim).
Dari Hadis tersebut dapat kita fahami bahwa pelaksanaannya tidak dibebankan kepada mereka masing-masing, mengingat bahwa setiap budak dan anak-anak tidak mempunyai harta untuk membayar zakat fitrah itu. Siapa yang wajib membayarnya bagi yang masih dalam tanggungan orang lain? Jawabnya ialah Hadis riwayat Muslim dari Abu Sa’ied Al Khudry.
عن أبي سعيد الخدري: كُنّا نُخْرِجُ إذْ كانَ فِينا رَسولُ اللهِ ﷺ زَكاةَ الفِطْرِ، عن كُلِّ صَغِيرٍ، وكَبِيرٍ، حُرٍّ، أوْ مَمْلُوكٍ، صاعًا مِن طَعامٍ، أوْ صاعًا مِن أقِطٍ، أوْ صاعًا مِن شَعِيرٍ، أوْ صاعًا مِن تَمْرٍ، أوْ صاعًا مِن زَبِيبٍ
Artinya: Dari Abu Sa’ied Al Khudry, ia berkata: “Kami (para sahabat) di kala Rasulullah masih berada di antara kami (maksudnya masih hidup), kami semua mengeluarkan zakat fitrahnya setiap anak kecil maupun orang tua, budak maupun hamba, satu sha’ dari makanan, atau satu sha’ dari keju atau satu sha’ dari gandum, atau satu sha’ dari tamar (kurma), atau satu sha’ dari kismis …” (HR. Muslim).
Kata-kata “AN KULLI SHOGHIRIN” dan seterusnya manunjukkan kewajiban itu dikenakan bukan pada anaknya atau hambanya sendiri, tetapi kepada orang yang menanggung pembiayaannya.
Terhadap anak-anak yatim, piatu maupun orang miskin di panti asuhan, kalau mereka sepenuhnya oleh panti asuhan, tentu zakat fitrahnya ditanggung oleh panti itu. Namun panti asuhan sendiri tidak memiliki harta untuk itu, karena harta yang dimiliki hanyalah harta amanat masyarakat yang dititipkan untuk diberikan kepada mereka yang diasuh dalam panti itu, sehingga panti asuhan tidak wajib membayar zakat fitrah anak-anak asuhnya. Hal ini didasarkan pada pemahaman hadis-hadis di atas, juga kita tidak mendapatkan dasar bahwa di zaman Nabi maupun di zaman sahabat pemegang perbendaharaan negara (Baitul Maal) mengeluarkan zakat fitrahnya anak- anak yatim piatu maupun orang-orang miskin.