AkidahIbadahJenazahWanita

Acara Tujuh Bulanan Ibu Hamil dan Membacakan Talqin Saat Pemakaman

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum w. w.

  1. Apakah dalil tidak adanya acara 7 (tujuh) bulanan pada ibu hamil anak pertama?
  2. Apakah dalil tidak adanya bacaan talqin pada waktu pemakaman orang yang meninggal?

Pertanyaan Dari:
Mustofa Toha, NBM: 835900, no hp 08569106xxxx
(disidangkan pada hari Jum’at, 24 Shafar 1435 H / 27 Desember 2013)

Jawaban:

Wa ‘alaikumus-salam w. w.

Terima kasih atas pertanyaan saudara, berikut ini jawaban dari kami:

Menurut syariat Islam, semua aktivitas kita mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali itu ada hukumnya, dan setiap hukum itu harus ada dalilnya. Jika yang saudara tanyakan hanyalah dalil suatu ibadah atau aktivitas, kami khawatir jika dalil yang kami ketengahkan tersebut akan menimbulkan salah paham. Seakan-akan kami setuju dengan hukum ibadah atau perbuatan yang ada dalilnya tersebut. Hal ini karena barangkali dalil tersebut lebih lemah dibandingkan dengan dalil hukum yang lain.

Oleh karena itu, seharusnya pertanyaannya adalah tentang hukum suatu ibadah atau perbuatan, karena secara otomatis akan dijawab dengan dalilnya sekaligus. Bahkan lebih dari itu, jika ada perselisihan di kalangan para ulama mengenainya akan dipaparkan secara lengkap. Namun meskipun demikian, kami berbaik sangka, saudara paham dengan yang kami maksudkan. Oleh karena itu berikut ini adalah jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saudara.

1. Dalil tidak adanya acara 7 (tujuh) bulanan pada ibu hamil anak pertama. Acara 7 (tujuh) bulanan, atau sering juga disebut mitoni atau tingkeban, pada ibu hamil anak pertama atau kedua atau seterusnya adalah bukan berasal dari ajaran Islam. Acara tersebut barangkali berasal dari adat atau tradisi Jawa yang kemungkinan besar diambil dari tradisi nenek moyang yang beragama Hindu, Budha, animisme dan dinamisme. Oleh karena itu acara seperti di atas ghairu masyru‘ atau tidak disyariatkan, karena merupakan sesuatu yang diada-adakan dalam masalah agama dan hal seperti itu dilarang berdasarkan hadis berikut:

Baca juga:  Hukum Tato dan Rajah

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ [رَوَاهُ البخاري ومسلم].

Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa mengadakan sesuatu dalam urusan kami yang bukan termasuk di dalamnya maka ia tertolak” [HR. al-Bukhari dan Muslim].

Namun demikian, jika yang diadakan adalah acara kesyukuran karena kehamilan, berupa doa dan pengajian, hal itu tidak mengapa dan tidak dilarang, asal dilakukan tidak harus tepat tujuh bulan kehamilan atau dikaitkan dengan waktu-waktu tertentu.

2. Dalil tidak adanya bacaan talqin pada waktu pemakaman orang yang meninggal. Talqin ialah mengingatkan dan membimbing orang yang akan meninggal untuk membaca Laa ilaaha illallah. Ada hadis yang menganjurkan atau menyuruh kita melakukan hal itu, yaitu sebagai berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَقِّنُوا مَوْتَاكُمْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللهُ [رواه مسلم].

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Talqinlah (bimbinglah) orang yang akan meninggal di antara kamu untuk mengucapkan Laa ilaaha illalLah [HR. Muslim].

Manfaat talqin ialah supaya orang yang akan meninggal tersebut ingat dan mau mengucapkan Laa ilaaha illallah pada akhir hayatnya, karena dengannya ia akan masuk surga, sebagaimana hadis berikut:

عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ [رواه أبو داود].

Artinya: “Diriwayatkan dari Muadz bin Jabal, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yang akhir perkataannya adalah: Laa ilaaha illallah, niscaya ia masuk surga” [HR. Abu Dawud].

Baca juga:  Daging Kurban untuk Siapa?

Namun setelah ia meninggal dunia, maka tidak ada lagi ajaran untuk mentalqinnya, karena sudah tentu ia tidak akan bisa lagi mengucapkan Laa ilaaha illallah. Jadi dengan demikian, mentalqin orang yang meninggal ketika pemakamannya itu tidak ada dasar hukumnya. Artinya, ghairu masyru‘ atau tidak disyariatkan dan merupakan sesuatu yang diada-adakan dalam agama tanpa dalil, dan hal itu dilarang berdasarkan hadis berikut:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ. [رَوَاهُ البخاري ومسلم]

Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa mengadakan sesuatu dalam urusan kami yang bukan termasuk di dalamnya maka ia tertolak.” [HR. al-Bukhari dan Muslim]

Wallahu a‘lam bish-shawab.

Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah No. 11, 2014

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button