Pertanyaan:
- Apakah orang yang tidak melaksanakan shalat Jum’at (kalau tidak ke masjid) juga tetap dua rakaat, tidak empat rakaat itu tidak sesat, mengingat belum ada keputusan Majelis Tarjih, hanya baru sebatas fatwa saja?
- Apakah mengerjakan dua rakaat itu yang lebih utama, bukan yang empat rakaat, seperti yang biasa dikerjakan selama ini ?
Pertanyaan Dari:
M. Daming, Makassar, Sulawesi Selatan
Jawaban:
Sebelum menjawab pertanyaan Saudara tersebut, perlu kami jelaskan bahwa kalau ada orang atau warga Muhammadiyah yang tidak atau belum setia dengan Fatwa Tarjih yang dimuat dalam Suara Muhammadiyah, ada yang pro dan ada yang kontra, itu tandanya warga Muhammadiyah dinamis dalam menerima sesuatu fatwa, dan hal itu sangat kita perlukan tetap hidup di kalangan Muhammadiyah, asal ada dasar pegangannya, tidak karena selera pribadi. Berikut ini kami jawab pertanyaan Saudara.
1. Kami akui bahwa Fatwa Majelis Tarjih yang dimuat dalam Suara Muhammadiyah No. 15 Th. ke-87 (seperti yang saudara katakan) masih sebatas fatwa, benar sekali. Fatwa itu belum dibawa dalam Munas Tarjih untuk dibahas secara bersama dan belum ditanfidzkan. Tetapi hal itu tidak menjadi sesat bagi orang yang mengikutinya sesuai fatwa itu, karena fatwa tersebut didasarkan kepada sejumlah dalil-dalil syar’i (al-Qur’an dan As-Sunnah) dalam melakukan istinbatnya. Sedang bagi orang yang belum mau menerima, tidak ada paksaan dan tidak berdosa. Sifat fatwa tidak mengikat, kecuali kalau sudah ditanfidzkan, itu sudah mengikat warga Muhammadiyah, sebagaimana fatwa-fatwa / putusan-putusan Majelis Tarjih lainnya yang sudah ditanfidzkan. Perlu saudara ketahui, Muhammadiyah dalam beberapa hal tidak selalu sejalan dengan pendapat yang dipegang banyak orang. Misalnya, banyak orang mengerjakan shalat tarawih 21 rakaat, tetapi Muhammadiyah hanya 11 rakaat bersama witirnya. Begitu juga kebanyakan orang memakai rukyah dengan mata telanjang dalam penetapan awal Ramadhan, 1 Syawwal dan 10 Dzulhijjah, tetapi Muhammadiyah memakai hisab dan rukyah bil ‘ilmi.
2. Mengenai manakah yang lebih utama dua rakaat atau empat rakaat? Dalam hal ini bukan utama dan tidak utama, tetapi mana yang kuat dasarnya. Menurut kami, yang kuat adalah mengerjakan shalat dua rakaat bagi mereka yang karena ada halangan tidak bisa ke masjid. Itu yang pokok, bukan shalat Dhuhur yang empat rakaat. Dengan lain perkataan yang pokok pada hari Jum’at adalah shalat Jum’at, bukan shalat Dhuhur empat rakaat. Hal itu sesuai dengan isi hadits riwayat Bukhari, Muslim, Ahmad dan lain-lainnya, yaitu;
… إِنَّ اْلجُمْعَةَ عَزْمَةٌ وَ إِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أُحْرِجَكُمْ فَتَمَشُّوْنَ فِي الطِّيْنِ وَ الدَّحَضِ
Artinya: “Bahwasanya shalat Jum’at itu azimah (pokok = hukum asal) dan aku (Nabi Muhammad SAW) tidak senang menyusahkan kamu supaya berjalan di lumpur dan becek”.
Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah, No. 16, 2003
NB:
- Fatwa ini dibuat sebelum Munas Tarjih XXVI tahun 2003 di Padang, Sumatera Barat.
- Salah satu keputusan Munas tersebut adalah, Pelaksanaan salat Jumat bagi wanita dan orang yang uzur akan dibahas lebih lanjut pada Munas yang ajan datang. (lihat HPT Jilid 3 hal 58)
- Dengan demikian, belum ada keputusan resmi apakah bagi wanita dan mereka yang uzur tetap mengerjakan 2 rakaat atau menggantinya dengan salat zuhur