1. Tujuan agama adalah untuk memberikan rahmat kepada manusia, yang dalam filosofi fikih disebut perwujudan kemaslahatan (taḥqīq al-maṣaliḥ). Ini didasarkan kepada firman Allah,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ [الأنبياء : 107]
Tiadalah Kami utus engkau (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam [Q 21: 107].
2. Agama adalah petunjuk dan di antara petunjuk agama bagi manusia dalam menjalani kehidupannya adalah tidak menimbulkan kemudaratan kepada diri sendiri dan kepada orang lain sebagaimana ditegaskan dalam hadis Nabi dan dirumuskan dalam kaidah fikih,
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ [رواه مالك وأحمد واللفظ للأخير].
Dari Ibn ‘Abbās (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Tidak ada kemudaratan kepada diri sendiri dan tidak ada kemudaratan kepada orang lain [HR Mālik dan Aḥmad, dengan lafal dari yang terakhir].
Dalam kaidah fikih ditegaskan, اَلضَّرَرُ يُزَالُ (‘Kemudaratan itu dihilangkan’).
3. Asas dalam melaksanakan agama itu adalah (a) memudahkan (al-taisīr), (b) dilaksanakan sesuai kemampuan, dan (c) sesuai dengan sunah Nabi saw.
a. Asas kemudahan itu ditegaskan baik dalam Al-Quran, dalam sunah Nabi saw maupun dalam rumusan-rumusan kaidah fikih,
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ [البقرة : 185]
Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran [Q 2: 185]
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا [رواه البخاري واللفظ له ومسلم]
Dari Anas Ibn Mālik, dari Nabi saw (diriwayatkan bahwa) ia bersabda: Mudahkanlah dan jangan mempersulit, gembirakanlah dan jangan menimbulkan kebencian [HR al-Bukhārī dan Muslim, dan ini lafal al-Bukhārī].
المشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرُ
Kesukaran dapat mendatangkan kemudahan
b. Asas kemampuan ditegaskan dalam Al-Quran dan hadis,
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا [البقرة 282]
Allah tidak membebani seseorang melainkan sejauh yang mampu dilakukannya [Q 2: 282]
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ [التغابن : 16]
Bertakwalah kepada Allah menurut kesanggupanmu [Q 64: 16]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ … وَإِذَا أمَرْتُكُمْ بأمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ [متفق عليه].
Dari Abū Hurairah, dari Nabi saw (diriwayatkan bahwa) beliau bersabda: … dan jika aku perintahkan kamu melakukan sesuatu, kerjakanlah sejauh kemampuanmu [Hadis muttafaq ‘alaih].
c. Dalam menafsirkan sunah Nabi saw hendaknya tidak kaku dan harfiah tetapi juga memadukan unsur bayani, burhani, dan irfani.
Sumber: Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 04/EDR/I.0/E/2020 Tentang Tuntunan Salat Idulfitri Dalam Kondisi Darurat Pandemi Covid-19
Bagaimana agama diartikan sebagai petunjuk dalam kehidupan manusia, menurut pandangan yang dijelaskan dalam hadis Nabi dan dirumuskan dalam kaidah fikih? Apa yang dimaksud dengan prinsip tidak menimbulkan kemudaratan kepada diri sendiri dan kepada orang lain, dan bagaimana hal ini tercermin dalam ajaran agama? Apakah ada contoh konkret atau penerapan praktis dari prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari yang dapat diambil sebagai panduan bagi umat beragama?