Apakah Alkohol itu Najis?
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Tentang larangan khamr semua muslim sepakat haram, termasuk di dalamnya alkohol. Sebagian ulama menyatakan bahwa alkohol itu najis secara maknawi dan juga ada yang menyatakan najis lidzatihi. Bagaimana pandangan Muhammadiyah dalam hal ini, apakah alkohol itu hanya najis maknawi atau memang najis lidzatihi?
Pertanyaan Dari:
Nadi Wijaya, alamat e-mail: [email protected]
(disidangkan pada hari Jum’at, 14 Zulkadiah 1434 H / 20 September 2013 M)
Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaan yang telah saudara sampaikan. Sebelum kami menjawab, untuk lebih jelasnya, kami akan menguraikan sedikit tentang pengertian alkohol. Alkohol dalam bahasa arab adalah al-kuhl atau al-kuhul, sedangkan dalam bahasa Inggris adalah alcohol. Secara istilah alkohol adalah sesuatu yang menguap, saripati atau intisari. Alkohol diartikan sebagai cairan tidak berwarna yang mudah menguap dan mudah terbakar. Umumnya dipakai pada industri dan pengobatan serta merupakan unsur ramuan yang memabukkan dalam kebanyakan minuman keras. Alkohol dapat dibuat melalui proses fermentasi, destilasi, dan industri, yang mengandung berbagai zat hidrat arang (seperti melase, gula tebu dan sari buah).
Adapun tentang khamr, kaum muslimin sepakat meminum khamr itu hukumnya haram, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا … [البقرة، 2: 219]
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”…” [QS. al-Baqarah, 2: 219]
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَاْلأَنْصَابُ وَاْلأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَعَنِ الصَّلاَةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ. [المائدة، 5: 90-91]
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” [QS. al-Maidah, 5: 90-91]
Dalam ayat tersebut, yang digolongkan menjadi najis (rijsun) adalah khamr, yaitu sejenis minuman yang dapat memabukkan peminumnya. Kenajisan dalam ayat tersebut bukan karena zat khamr itu sendiri, tetapi perbuatan meminum khamr itulah yang dikatakan sebagai najis (rijsun). Sedangkan alkohol itu berbeda dengan khamr karena tidak semua alkohol disalahgunakan dalam pemakaiannya. Alkohol menjadi haram hukumnya ketika dijadikan minuman yang dapat memabukkan. ‘Illat diharamkannya alkohol dalam hal ini bukan karena ia benda najis, tetapi karena efek dari meminum alkohol itulah yang menjadikannya haram. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.:
كُلُّ شَرَابٍ أَسْكَرَ فَهُوَ حَرَامٌ. [أخرجه البخاري]
Artinya: Setiap minuman yang memabukkan itu haram.” [H.R. al-Bukhari, Hadis diriwayatkan dari ‘Aisyah]
Dari penjabaran di atas dapat diambil kesimpulan bahwa alkohol bukanlah benda najis. Oleh sebab itu, ketika alkohol tersebut digunakan untuk hal yang bermanfaat seperti untuk pengobatan, campuran parfum dan lain-lain, maka hal tersebut tidaklah diharamkan karena tidak terjadinya ‘illat diharamkannya alkohol itu sendiri, yaitu memabukkan. Jadi alkohol di sini adalah najis maknawi (abstrak) bukan najis lidzatihi (zat/benda konkrit). Pada dasarnya zat dari alkohol itu tidaklah najis, meskipun alkohol dapat menjadi haram ketika disalahgunakan menjadi minuman yang dapat memabukkan. Namun keharaman ini disebabkan efek memabukkannya, bukan karena najisnya zat alkohol tersebut. Hal ini karena tidak semua benda haram itu termasuk benda najis, sebagaimana dalam kaidah fiqhiyyah:
كُلُّ نَجَسٍ حَرَامٌ وَلَيْسَ كُلَّ حَرَامٍ نَجَسٌ.
Artinya: “Setiap yang najis itu haram, tapi tidak semua yang haram itu najis.”
Pertanyaan serupa pernah ditanyakan dan pernah pula dibahas dan dimuat di rubrik Fatwa Agama Majalah Suara Muhammadiyah No. 13 tahun 2005. Dalam fatwa tersebut dijelaskan, bahwa ayat 90 surat al-Maidah di atas menyatakan bahwa zat khamr itu bukan najis, yang najis ialah perbuatan minum khamr dan perbuatan minum khamr itu sama dengan perbuatan syaitan. Dengan kata lain yang diharamkan adalah perbuatan minum khamr, bukan zat khamr itu sendiri. Hal ini senada dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala:
… فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ اْلأَوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ. [الحج، 22: 30]
Artinya: “… maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.” [QS. al-Hajj {22}: 30].
Dari ayat ini dapat difahami bahwa berhala yang berupa batu dan sebagainya adalah suci sebagaimana halnya dengan batu-batu yang lain. Yang dihukum najis itu ialah perbuatan menyembah berhala, karena perbuatan menyembah berhala itu bukan saja perbuatan najis bahkan termasuk perbuatan syirik dan termasuk perbuatan dosa besar.
Dari keterangan di atas kami berpendapat bahwa zat khamr dan zat alkohol itu adalah suci bukan najis. Yang najis ialah perbuatan minum khamr dan minum minuman keras (yang mengandung alkohol), karena berakibat mabuknya si peminum. Orang mabuk adalah orang yang tidak waras akalnya dan dapat menimbulkan keonaran, kebencian dan permusuhan dalam masyarakat.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah, No. 23, 2013