Pertanyaan:
Assalamu’alaikum w. w.
Saya sudah terbiasa bila masbuk dalam shalat dan kebetulan ada makmum yang lain juga masbuk maka saya mundur beberapa langkah untuk membuat jamaah berikutnya, atau kawan di samping saya mundur dan saya maju sedikit untuk membuat jamaah. Hal seperti itu dilakukan di beberapa Masjid atau Mushalla di daerah saya. Saya tidak tahu apakah ada sabda Rasul atau tidak. Selanjutnya beberapa waktu yang lalu, saya ikut pengajian dari seorang ustadz yang menjelaskan bahwa membuat jamaah setelah masbuk tidak ada tuntunannya, namun yang masbuk cukup menyelesaikan shalatnya secara sendiri-sendiri atau masing-masing. Mohon penjelasan dan dalilnya.
Wassalamu’alaikum w. w.
Pertanyaan dari:
Ridwan, Aceh
(disidangkan pada hari Jum’at, 24 Zulkaidah 1435 H / 19 September 2014)
Jawaban:
Wa’alaikumussalam w. w.
Pertanyaan bapak mengenai makmum yang masbuk yang membuat jamaah setelah imam pertama menyelesaikan salam pertama, sudah dijawab oleh Tim Pengasuh Rubrik Fatwa Agama Suara Muhammadiyah tahun 1998. Namun dalam kesempatan kali ini, kami akan mencoba mengulasnya kembali dengan menambahkan dalil-dalil berupa hadis dan diperkuat dengan kaidah fikih.
Tim Pengasuh Rubrik Fatwa Agama Suara Muhammadiyah belum menemukan dasar hukum tentang salah seorang di antara para makmum masbuk ada yang maju ke depan untuk menjadi imam dalam menyelesaikan shalatnya yang ketinggalan dengan imam, atau yang lain mundur ke belakang dan salah seorang di antara masbuk tetap di tempatnya untuk menjadi imam. Dalam ibadah mahdah kita diperintahkan untuk mengikuti tuntunan yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya, tidak boleh mengada-ada.
Dalam sebuah hadis diriwayatkan;
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. [رَوَاهُ مُسْلِمٌ]
وَفِي رِوَايَةٍ للبخاري: مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌ.
“Dari ‘Aisyah [diriwayatkan bahwa] ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan kami ini (yakni: agama atau syariat ini) yang bukan bagian darinya maka ia tertolak.” [HR. Muslim]
Dalam sebuah riwayat al–Bukhari: “Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak berdasar pada urusan kita maka amalan itu tertolak.”
Kemudian diperkuat dengan sebuah kaidah fikih:
الْأَصْلُ فِى الْعِبَادَاتِ الْبُطْلَانُ حَتَّى يَقُوْمَ دَلِيْلٌ عَلَى الْأَمْرِ.
“Prinsip asal ibadah itu batal (الْمَنْعُ/الْحَظْرُ/terlarang/haram) sampai ada dalil yang menunjukkan pada perintah.”
Oleh karena itu Tim Pengasuh Rubrik Fatwa Agama berpendapat tidak perlunya para makmum masbuk mengangkat imam baru dalam menyelesaikan kekurangan shalatnya, sekalipun imam tersebut dari sesama masbuk. Bukankah para masbuk sendiri sebenarnya sudah termasuk dalam kelompok orang yang mengerjakan shalat jamaah, seberapapun dia dapat? Kewajiban masbuk selanjutnya adalah menyelesaikan/menyempurnakan rakaat yang menjadi kekurangannya, yaitu rakaat yang tertinggal dari imam. Adapun yang didapati masbuk beserta imam, itulah yang dipandang permulaan shalat baginya, dan yang harus disempurnakan sesudah imam salam, itulah akhir shalat baginya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri hanya memerintahkan untuk menyempurnakan kekurangannya saja, sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat al-Bukhari sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: إِذَا سَمِعْتُمُ اْلإِقَامَةَ فَامْشُوْا إِلَى الصَّلاَةِ وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِيْنَةِ وَاْلوَقَارِ وَلاَ تُسْرِعُوْا فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوْا. [رواه البخاري]
“Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, [diriwayatkan bahwa] beliau bersabda: Apabila kalian mendengar iqamah, maka berjalanlah kalian menuju shalat dengan tenang dan berwibawa, dan jangan kalian tergesa-gesa. Apa yang kalian dapatkan dari shalat, maka ikutilah, dan apa yang kalian tertinggal, maka sempurnakanlah.” [HR. al-Bukhari]
Dalam hadis di atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam hanya menyuruh menyempurnakan kekurangan shalat yang tidak bisa dikerjakan bersama imam dan tidak menyebutkan/memerintahkan untuk dilaksanakan secara berjamaah dengan mengangkat imam baru dalam menyempurnakan kekurangan shalatnya itu.
Wallahu a’lam bish-shawab
Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah: No. 4, 2015