Halal HaramMuamalah

Hukum Ekstrak Kalajengking dan Ekstrak Lintah Dalam Obat Medis

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum wr. wb

Dalam rangka peningkatan pelayanan pasien khususnya pengobatan.yang Islami maka bersama ini kami mengajukan permohonan fatwa tentang :

Apakah ekstrak kalajengking (Buthus martensii) dan ekstrak lintah (Hirudu) yang terdapat dalam obat medis adalah halal? Mengingat kandungan tersebut terdapat dalam obat NEUROAID ( suplemen untuk sirkulasi darah) yang diproduksi PT MERSI FARMA diimpor dari Tianjin China.

Demikian  atas perhatian dan kerjasama yang baik kami sampaikan terima kasih.

Billahit  taufiq wal hidayah

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Pertanyaan Dari:
Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah, Jalan Wonodri 22 Semarang
(Disidangkan pada hari Jumat, 16 Syawal 1434 H / 23 Agustus 2013 M)

Jawaban:

Waalaikumussalam wr.wb.

Terima kasih kami sampaikan kepada Bapak atas pertanyaan yang diajukan kepada kami. Ada beberapa ayat al-Quran, Hadis, kaidah Fiqhiyah, dan pendapat ulama, untuk  mendasari jawaban dari masalah yang diajukan, di antaranya adalah:

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا  

Artinya: Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” [QS. al-Baqarah (2): 29]

وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

Artinya: “Dan Allah menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” [QS. al-A’raf (7): 157]

فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Artinya: Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. al-Maidah (5): 3]

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِى الْحَرَمِ: الْفَأْرَةُ، وَالْعَقْرَبُ، وَالْحُدَيَّا، وَالْغُرَابُ، وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ. [رواه البخارى]

Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Ada lima jenis hewan fasiq (berbahaya) yang boleh dibunuh ketika sedang ihram, yaitu tikus, kalajengking, burung rajawali, burung gagak dan kalb aqur (anjing galak).” [HR. Bukhari no. 3314]

Baca juga:  Ketentuan Zakat Bagi Pedagang Yang Masih Punya Hutang

Kalb aqur” sebenarnya bukan maksudnya untuk anjing semata, inilah yang dikatakan oleh mayoritas ulama. Namun sebenarnya kalb aqur yang dimaksudkan adalah setiap hewan yang pemangsa (penerkam) seperti binatang buas; macan, serigala, singa, dan lainnya. (an-Nawawi, al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, VIII:114)

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ … رخَّصَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ وَعَبْدِ الرَّحْمَنِ فِي لُبْسِ الْحَرِير لِحِكَّةٍ بِهِمَا. [رواه البخارى]

Artinya: “Diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, … Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkan kepada az-Zubeir dan Abd ar-Rahman untuk memakai sutera karena terkena penyakit kulit”. [HR. al-Bukhari]

عن أَبى الدَّرْدَاءِ قال: قال رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا وَلَا تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ. [رواه أبو داود]

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Darda’, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Allah telah menurunkan penyakit dan obat, serta menjadikan obat bagi setiap penyakit; maka berobatlah dan janganlah berobat dengan benda yang haram.” [HR.Abu Dawud].

Kaidah-kaidah fiqh:

الضَّرَرُ يُدْفَعُ بِقَدْرِ اْلإِمْكَانِ.

Artinya: “Dharar (bahaya) harus dicegah sedapat mungkin.”  

الضَّرَرُ يُزَالُ

Artinya: “Dharar (bahaya) harus dihilangkan.”

الحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُورَاتِ

Artinya: “Kondisi hajah menempati kondisi darurat.”

Kaidah-kaidah  fiqh lainnya:

“Berobat dengan benda najis adalah boleh ketika belum ada benda suci yang dapat menggantikannya” (Muhammad al-Khathib al-Syarbaini, Mughni al- Muhtaj, I:79).

“Boleh berobat dengan benda-benda najis jika belum menemukan benda suci  yang dapat menggantikannya, karena maslahat kesehatan dan keselamatan lebih sempurna (lebih diutamakan) dari pada maslahat menjauhi benda najis.” (al-‘Izz bin ‘Abd al-Salam, Qawa’id al- Ahkam fi Mashalih al-Anam, I: 81).

Baca juga:  Kedudukan Hadis Mengenai Undangan Menghadiri Khitanan

Hukum lintah ketika najis atau sucinya tidak dapat dipastikan, ia tunduk kepada kaedah fiqh al-ashl fi al-asy-ya’ al-ibahah (hukum asal bagi segala sesuatu yg diciptakan adalah mubah). Rasyid Ridha dalam tafsir al-Manar, ketika menafsirkan surat al-Baqarah (2): 29 (Dia-lah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu) berkata, harus mengambil manfaat dari segala ciptaan Allah untuk dijadikan bahan makanan, minuman, pakaian, kendaraan, perhiasan dan juga pengobatan. (Tafsir al-Manar, 1:247). Jika dibawa kepada khabaits (menjijikkan), maka standar menjijikkan bukanlah standar orang, tetapi dikembalikan kepada dalil. Apabila belum ditemukan dalil yang mengharamkan lintah, maka tidak masalah jika lintah digunakan sebagai obat. Lebih-lebih air liur lintah diketahui mengandung enzim bermanfaat. Yaitu memiliki sifat yang membantu mencegah darah dari penebalan. Selain ini, ada juga enzim yang memecah gumpalan darah yang dapat menyumbat pembuluh darah.

Namun taruhlah jika lintah ini dianggap haram karena menjijikkan, demikian pula kalajengking termasuk kriteria lima hewan berbahaya, sehingga boleh dibunuh. Kesimpulan dari hadis tersebut bahwa kalajengking dihukumi haram, tetapi keharaman itu karena berbahaya, maka pada asalnya tidak boleh berobat dengan benda-benda haram kecuali dalam kondisi darurat, yaitu apabila penyakit dan obatnya memenuhi kriteria sebagai berikut :

  1. Penyakit tersebut penyakit yang harus diobati
  2. Benar-benar yakin bahwa obat ini sangat bermanfaat pada penyakit tersebut.
  3. Tidak ada pengganti lainnya yang mubah. (Hasan bin ahmad al-Fakki, Ahkam al-Adwiyah  fi Syari’ah Islamiyyah, hlm. 187).

Di samping kriteria di atas, dianjurkan harus berdasarkan anjuran/nasehat dokter yang dapat dipercaya. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Artinya: Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. al-Maidah (5): 3]

Baca juga:  Hukum Merayakan HUT Republik Indonesia

Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah, No. 20, 2013

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button