Pertanyaan:
Assalamualaikum Wr. Wb.
Pada diskusi kecil kami sesama jamaah maghrib, ada beberapa hal yang ingin kami pertanyakan antara lain:
Apa dasar mereka yang melakukan sedekap dan tidak melakukan tahiyyat akhir pada sholat yang jumlah rakaatnya hanya dua.
Mohon penjelasan,
Wasssalamualaikum Wr. Wb
Pertanyaan Dari:
Jamaah Masjid Nurul Muhsinin Paccinongan Kab. Gowa Sulawesi Selatan
(disidangkan pada hari Jum’at, 23 Syawal 1434 H / 30 Agustus 2013 M)
Jawaban:
Terimakasih atas pertanyaan yang saudara ajukan kepada kami.
1. Sedekap ketika bangun dari rukuk
Pertanyaan saudara tentang dalil yang digunakan oleh orang-orang yang melakukan sedekap ketika bangun dari rukuk adalah keumuman dari berdiri dalam shalat yang di dalamnya diperintahkan untuk bersedekap. Hadis sahih berikut ini telah menjelaskan kepada kita bagaimana posisi tangan ketika berdiri dalam shalat:
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ أَنَّهُ قَالَ :كَانَ النَّاسُ يُؤْمَرُونَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ الْيَدَ الْيُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ الْيُسْرَى فِي الصَّلَاةِ. [رواه البخاري]
Artinya:“Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’d bahwa dia berkata: Adalah para sahabat diperintahkan (oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) bahwa seseorang agar meletakkan tangan kanannya di atas hasta kirinya dalam shalat.” [HR. al-Bukhari]
عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ قَائِمًا فِي الصَّلَاةِ قَبَضَ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ. [رواه النسائى والدارقطنى]
Artinya: “Diriwayatkan dari Wa’il bin Ḥujr, ia berkata: Saya melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berdiri di dalam shalat menggenggam tangan kiri dengan tangan kanannya.” [HR. an-Nasa’i dan ad-Daruqutni]
Dua hadis di atas memberikan pemahaman bahwa dalam shalat, posisi tangan tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri (sedekap), yang dilakukan ketika sedang berdiri, baik berdiri sebelum rukuk maupun sesudahnya. Hadis di atas juga memberikan pemahaman bahwa ketika bangkit dari rukuk mengembalikan posisi tulang (tangan) pada tempatnya sebelum rukuk. Adapun posisi tangan sebelum rukuk adalah bersedekap.
Namun demikian, dua hadis di bawah ini memberikan penjelasan yang lebih rinci tentang posisi tangan ketika bangkit dari rukuk:
عن أبي حميد الساعدي قال … قاَلَ :سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَه وَرَفَعَ يَدَيهِ وَاعْتَدَلَ حَتَّى يَرْجِعَ كُلَّ عِظَمٍ إِلَى مَوْضِعِهِ مُعْتَدِلًا. [رواه ابن خزيمة]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Ḥumaid as-Sa’idi, ia berkata: … “Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘sami’allahu liman hamidah’ seraya mengangkat kedua tangannya dan berdiri iktidal sehingga setiap tulang mengambil posisi di tempatnya dengan lurus (posisi normal).” [HR. Ibnu Khuzaimah]
عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ الزُّرَقِيِّ … فَإِذَا رَفَعْتَ رَأْسَكَ فَأَقِمْ صُلْبَكَ حَتَّى تَرْجِعَ الْعِظَامُ إِلَى مَفَاصِلِهَا. [رواه احمد]
Artinya: “Diriwayatkan dari Rifa’ah bin Rafi’ az-Zuraqqiy … Apabila engkau mengangkat kepalamu di waktu rukuk, maka tegakkanlah tulang punggungmu hingga tulang-tulang kembali kepada sendi-sendinya” [HR. Ahmad]
Hadis-hadis di atas menunjukkan bahwa posisi tulang kembali ke tempatnya dan persendiannya dalam keadaan tegak lurus (posisi normal), dan posisi tangan tidak bersedekap sebagaimana posisi tangan sebelum rukuk, namun setiap tulang kembali pada sendinya masing-masing.
2. Duduk iftirasy dalam shalat dua rakaat
Mengenai duduk iftirasy dalam shalat dua rakaat, menggunakan dalil sebagai berikut:
a. Hadis Abdullah bin Az-Zubair:
عَبْد اللهِ بْنِ الزُّبَيْرِ قَالَ: كاَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَلَسَ فِيْ الرَّكْعَتَيْنِ افْتَرَشَ اْليُسْرَى، وَنَصَبَ اْليُمْنَى. [رواه ابن حبان]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah ibn az-Zubair, ia berkata: Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika duduk pada dua rakaat, beliau menghamparkan yang kiri, dan menegakkan yang kanan.” [HR. Ibnu Hibban]
b. Hadis Abu Ḥumaid as-Sa’idi:
فَقَالَ أَبُو حُمَيْدٍ السَّاعِدِيُّ … فَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ جَلَسَ عَلَى رِجْلِهِ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْيُمْنَى وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْأُخْرَى وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِهِ. [رواه البخاري في صَحيحه]
Artinya: “Lalu berkata Abu Ḥumaid aS-Sa’idi … Kemudian apabila duduk pada rakaat kedua ia duduk di atas kaki kirinya dan menumpukkan kaki yang kanan. Kemudian apabila duduk pada rakaat yang terakhir ia majukan kaki kirinya dan menumpukkan kaki kanannya serta duduk bertumpu pada pantatnya.” [HR. al-Bukhari dalam Kitab Sahihnya]
Bagi orang yang memahami lafal الرَّكْعَتَيْنِ dalam hadis Abdullah ibn az-Zubair sebagai shalat yang dua rakaat, maka mengharuskan duduk iftirasy di setiap tasyahud shalat yang dua rakaat. Namun bila diperhatikan lafal الرَّكْعَتَيْنِdalam hadis Abu Ḥumaid as-Sa’idi kita bisa mengetahui bahwa yang dimaksud dengan ‘dua rakaat’ dalam hadis Abdullah bin az-Zubair adalah rakaat kedua dari 4 rakaat, bukan shalat yang dua rakaat. Sehingga hadis Abdullah bin az-Zubair di atas tidak menunjukkan bahwa semua shalat yang dua rakaat maka duduk tasyahudnya adalah duduk iftirasy. Bahkan secara lahiriah hadis Abu Ḥumaid aS-Sa’idi di atas menunjukkan bahwa semua duduk tahiyat akhir -yaitu duduk tahiyat yang setelahnya salam- adalah duduk tawarruk, baik untuk shalat yang 4 rakaat, 3 rakaat, 2 rakaat, atau 1 rakaat.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah, No. 22, 2013