Akidah

Perbedaan Antara Tuhan dan Makhluk

Pertanyaan:

Assalamualaikum, wr. wb.

Bapak pengasuh rubrik tanya jawab agama yang saya hormati, saya adalah seorang guru di sebuah SMP Muhammadiyah di Banyuwangi. Sebentar lagi kami akan mengikuti event PORFESI. Salah satu lomba yang akan kami ikuti adalah lomba pidato. Ada salah seorang siswa kami yang ingin mengambil tema Tauhidullah. Di tengah pidatonya itu dia menyampaikan bahwa perbedaan antara Allah dan mahluk-Nya adalah bukan perbedaan mutlak. Dia memberi contoh bahwa Allah dan manusia sama-sama ada namun keberadaannya yang tidak sama. Waktu itu saya menyampaikan padanya bahwa Allah dan makhluk berbeda secara mutlak  dengan mengutip surat asy-Syura ayat 11, dia juga memberikan banyak lagi bukti tentang ketidakmutlakan perbedaan antara Tuhan dan mahluk. Semua itu dia dapat dari pembimbingnya di pesantren. Yang ingin saya tanyakan bagaimanakah menurut ajaran Islam sebenarnya tentang perbedaan antara Allah dengan mahluk? Karena masih dangkalnya pengetahuan kami, mohon bimbingan agar tidak tersesat.

Wassalamu’alaikum, wr. wb.

Pertanyaan Dari:
Seorang guru SMP Muhammadiyah di Banyuwangi, [email protected]
(Disidangkan pada hari Jum’at, 15 Safar 1434 H / 28 Desember 2012)

Jawaban:

Terima kasih atas kepercayaaan yang saudara berikan kepada kami untuk menjawab pertanyaan yang saudara ajukan di atas. Semoga dengan adanya permasalahan yang dihadapi saudara tersebut, bisa menambah rasa semangat saudara untuk terus belajar dan menggali ilmu Allah yang begitu luas di alam semesta ini.

Sebelum menjawab pertanyaan saudara, perlu kami tekankan bahwa permasalahan tentang perbedaan Allah dan makhluk itu apakah perbedaan secara mutlak atau tidak, sesungguhnya lebih kepada permasalahan yang berkaitan dengan apakah sifat Allah dan sifat makhluk-Nya sama atau berbeda. Sepanjang perjalan sejarah pemikiran Islam memang ada beberapa aliran yang menyamakan antara sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya, seperti halnya aliran Musyabbihah (antropomorfisme). Pendeknya, aliran pemikiran ini sesuai dengan namanya (Musyabbihah), yakni menyamakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat manusia (makhluk). Ada pula aliran Mujassimah (korporalisme) yang beranggapan bahwa Allah berjisim (bertubuh) seperti halnya manusia (Ahmad Azhar Basyir, Refleksi atas Persoalan Keislaman: Seputar Filsafat, Hukum, Politik dan Ekonomi, hal. 27). Aliran-aliran tersebut jelas salah karena para penganut aliran ini menyamakan antara Allah dan makhluk-Nya. Oleh karenanya untuk mendudukkan permasalahan ini, terlebih dahulu  pemahaman yang mesti dibangun sebelumnya adalah pemahaman tentang konsep tauhid yang membicarakan tentang sifat Allah dan nama-nama-Nya (Tauhid al-Asma’ wa al-Shifat).

Baca juga:  Penjelasan Seputar Fardhu Kifayah

Dalam konsep Tauhid al-Asma’ wa al-Shifat, Allah tidak diserupai oleh seorang pun dari makhluk-Nya, sebagaimana yang termaktub dalam surat al-Syura ayat 11,

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْئٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ …

Artinya: “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat”. [QS. asy-Syura (42): 11]

Inilah yang harus kita tetapkan dan wajib kita yakini, yaitu mempercayai dan mengimani apa yang ditetapkan Allah untuk diri-Nya dengan tidak menyerupakan-Nya dengan seorang pun dari makhluk-Nya.

Hal ini berlaku pada sifat Allah yang bila dilihat dari segi bahasa sama dengan sifat manusia. Muhammad Quraish Shihab dalam tafsirnya ketika menafsirkan surat al-Ikhlas menjelaskan bahwa meskipun dari segi bahasa sama, namun Allah memiliki sifat yang tidak sama dalam substansi dan kapasitas-Nya dengan sifat makhluk. Sebagai contoh kata Rahim (rahmat/kasih sayang) merupakan sifat bagi Allah, tetapi juga menunjukkan rahmat/kasih sayang makhluk. Namun substansi dan kapasitas rahmat dan kasih sayang Allah berbeda dengan rahmat makhluk-Nya (M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 15, hal. 611). Selain itu, banyak sifat-sifat Allah yang benar-benar berbeda dengan makhluk, misalnya al-Muhyi (maha menghidupkan), as-Salam (maha sejahtera daripada kekurangan), al-Quddus (maha suci), al-Khaliq (maha menciptakan) dan sifat-sifat Allah yang lain.

Jadi dapat disimpulkan bahwa sifat Allah dan sifat makhluk-Nya adalah berbeda. Kalaupun ada kesamaan, maka itu hanya sama dari segi bahasa, dan bukan pada substansi dan kapasitasnya.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah, No. 07, 2013

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button