AkhlakIbadahMuamalah

Penjelasan Seputar Sumpah dan Kaffaratnya

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saya ingin menanyakan perihal sumpah dan kaffarat/denda-nya. Baru-baru ini, karena emosi saya bersumpah atas nama Allah untuk tidak akan pernah menghubungi seseorang lagi. Namun kemudian, setelah saya membaca beberapa artikel, ada yang mengatakan bahwa sumpah seperti itu haram, karena termasuk memutuskan tali silaturahim.

Yang ingin saya tanyakan adalah:

  1. Apa sumpah seperti itu benar-benar haram?
  2. Jika saya membatalkan sumpahnya, apa saya tetap harus membayar kaffarat?
  3. Saya masih dibiayai orang tua. Jadi jika harus membayar kaffarat, denda seperti apa yang harus saya lakukan? Bisakah memberi makan atau membelikan pakaian kepada orang fakir/miskin dengan uang dari orang tua?
  4. Apakah ada batasan waktu dalam pembayaran kaffarat?

Terima kasih.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Pertanyaan Dari:
Muhammad Arfa Mustafa, muharam2711@gmail.com, Makassar – Sulawesi Selatan
(disidangkan pada hari Jum’at, 26 Syakban 1434 H / 5 Juli 2013)

Jawaban:

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Terima kasih atas pertanyaan saudara. Berikut ini jawabannya:

Masalah sumpah sebenarnya sudah dibahas di Rubrik Tanya Jawab Agama majalah Suara Muhammadiyah no. 15 tahun 2011. Intinya, sumpah ialah kata-kata yang diucapkan dengan menggunakan nama Allah atau sifat-Nya untuk memperkuat suatu hal. Contohnya: “WalLahi (Demi Allah) saya sudah belajar” dan “Wa ‘adhamatillah (Demi keagungan Allah) saya tidak mencuri”. Oleh karena sumpah itu menggunakan nama Allah atau sifat-Nya maka ia tidak boleh dibuat main-main.

Sumpah itu ada tiga macam: (1) Sumpah Laghwi: yaitu sumpah yang tidak dimaksudkan untuk bersumpah, contohnya: “Demi Allah kamu harus datang” dan “Demi Allah kamu wajib makan”. (2) Sumpah Mun’aqidah: yaitu sumpah yang memang benar-benar sengaja diucapkan untuk bersumpah untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu hal, contohnya: “Demi Allah saya akan bersedekah sebanyak satu juta rupiah” dan “Saya bersumpah demi Allah tidak akan menipumu”. (3) Sumpah Ghamus: ialah sumpah palsu/bohong, yaitu sumpah yang diucapkan untuk menipu atau mengkhianati orang lain. Sumpah palsu ini adalah salah satu dosa besar sehingga tidak ada kaffaratnya atau tidak bisa ditebus dengan kaffarat. Pelakunya wajib bertaubat nasuha.

Baca juga:  Tujuan, Petunjuk dan Asas Dalam Melaksanakan Agama

Dari keterangan di atas, pertanyaan-pertanyaan saudara dapat dijawab seperti berikut:

1. Sumpah saudara atas nama Allah untuk tidak akan pernah menghubungi seseorang lagi itu termasuk sumpah kedua (mun’aqidah) yang haram hukumnya, meskipun dilakukan dalam keadaan emosi. Hal ini karena saudara telah bersumpah untuk meninggalkan sesuatu yang wajib yaitu bersilaturrahim atau menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Perlu ditekankan bahwa keadaan emosi tidak menafikan kehendak hati untuk bersumpah. Allah berfirman:

لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا كَسَبَتْ قُلُوبُكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيم

Artinya: Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. [QS. al-Baqarah (2): 225]

2. Saudara wajib melanggar atau membatalkan sumpah tersebut dengan cara menghubungi atau melanjutkan silaturrahim dengan orang tersebut. Oleh karenanya saudara terkena kaffarat. Kaffarat ialahpenebus dosa sumpah.

3. Kaffarat sumpah adalah seperti berikut: memberi makan kepada sepuluh orang miskin dengan makanan yang biasa diberikan kepada keluarga, atau memberi mereka pakaian, atau memerdekakan hamba sahaya. Jika semua itu tidak bisa dilakukan maka wajib berpuasa selama tiga hari, baik secara berturut-turut maupun tidak. Hal ini berdasarkan firman Allah:

لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الْأَيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آَيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Artinya: Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat/tebusan (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).” [QS. al-Maidah (5): 89]

Baca juga:  Penentuan Waktu Kematian Seseorang pada Hukuman Mati

Menurut ayat ini, jika seseorang bersumpah untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu secara sengaja, lalu ia tidak bisa menepati sumpahnya itu, ia terkena kaffarat sebagaimana telah diterangkan di atas.

Jika masih dibiayai orang tua, maka saudara boleh menggunakan uang dari orang tua untuk membayar kaffarat tersebut. Jika tidak mampu atau mencukupi, saudara boleh menebus sumpah dengan cara berpuasa selama tiga hari, baik berturut-turut maupun tidak.

4. Pembayaran kaffarat tidak dibatasi waktunya, akan tetapi lebih baik segera dilakukan karena jika ditangguhkan dikhawatirkan beberapa hal berikut; lupa atau tidak mampu atau meninggal dunia.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah, No.16, 2013

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button