Pertanyaan:
Kami pernah dengar bahwa dalam hukum perkawinan ada perceraian yang disebut khulu’/talak tebus. Pertanyaan kami:
- Mohon dijelaskan pengertiannya secara komplit!
- Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya khulu’?
- Berapa besar/harga uang tebus tersebut, apakah ada ketentuan/menurut kesepakatan antara suami dan istri?
- Jika uang tebusan belum dibayar, apakah sudah jatuh talak/masih dalam hubungan suami istri?
Pertanyaan dari:
Ngadirin, Kokap, Kulonprogo
(disidangkan pada hari Jum’at, 12 Shafar 1436 H / 05 Desember 2014 M)
Jawaban :
Saudara Ngadirin yang semoga dirahmati oleh Allah, kami mengucapkan terima kasih atas pertanyaan yang telah saudara ajukan. Berikut kami uraikan jawaban dari pertanyaan saudara.
1. Pengertian
Secara etimologis khulu’ berasal dari bahasa arab yaitu khala’a – yakhlu’u – khal’an yang berarti mencabut, melepaskan. Secara terminologi khulu’ dalam kitab at-Ta’rifat oleh al-Jurjawi disebutkan إزالة ملك النكاح بأخذ المال : hilangnya ikatan pernikahan dengan adanya pemberian (tebusan).
2. Faktor-faktor yang menyebabkan khulu’
Dalam Undang-Undang RI No. 1 tahun 1974 pasal 19 disebutkan perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
- Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
- Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
- Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
- Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.
- Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri.
- Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Adapun dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 116 terdapat dua poin tambahan:
- Suami melanggar taklik-talak,
- Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.
3. Kadar tebusan khulu’
عَن عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ امْرَأَةَ ثَابِتِ بْنِ قَيْسٍ أَتَتِ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ ثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ مَا أَعْتُبُ عَلَيْهِ فِي خُلُقٍ، وَلاَ دِينٍ وَلَكِنِّي أَكْرَهُ الْكُفْرَ فِي الإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: اقْبَلِ الْحَدِيقَةَ وَطَلِّقْهَا تَطْلِيقَة.
“Dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas [diriwayatkan bahwa] sesungguhnya istri dari Tsabit bin Qais datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian ia berkata, “Wahai Rasulullah, saya tidak mencela Tsabit bin Qais baik dalam segi akhlak maupun agamanya, akan tetapi saya membenci kekafiran sesudah masuk Islam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apakah engkau hendak mengembalikan kebunnya kepadanya?” Jawabnya, “Iya”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam lalu berkata kepada Tsabit, “Terimalah kebun itu dan ceraikan dia satu kali”.” [HR. al-Bukhari, Bab Khulu’ Wa Kaifiyatu ath-Thalak fiihi, hadis no. 5273].
Berdasarkan hadis dari Ibnu ‘Abbas riwayat al-Bukhari di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kadar tebusan khulu’ yang diberikan oleh istri harus sebanding dengan mahar yang diberikan suami. Namun tidak menutup kemungkinan dapat lebih besar atau lebih kecil dari maskawin yang diberikan kepada istri selama atas dasar kerelaan suami. Sebagaimana terdapat dalam hadis:
وَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم الْمُسْلِمُونَ عِنْدَ شُرُوطِهِمْ
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, orang Islam terikat dengan perjanjian yang telah dibuatnya” [HR. al-Bukhari, bab ke-15 Ajru as-Samsarah].
4. Kedudukan Tebusan (‘Iwadh) dalam Perkawinan
Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 148 ayat 4 “setelah kedua belah pihak sepakat tentang besarnya ‘iwadh atau tebusan, maka Pengadilan Agama memberikan penetapan tentang izin bagi suami untuk mengikrarkan talaknya di depan sidang Pengadilan Agama. Terhadap penetapan itu tidak dapat dilakukan upaya banding dan kasasi”.
Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam pasal 148 ayat 4 tersebut maka dapat disimpulkan, meskipun ‘iwadh belum dibayar tetapi sudah ada keputusan tentang besarnya ‘iwadh maka sudah jatuh talak.
Wallahu a’lam bish-shawab. Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah, No. 16, 2015