AkhlakMuhammadiyah

Nama “Muhammadiyah” Kaitannya dengan Panggilan Nabi

Pertanyaan:

Saya mempunyai permasalahan mengenai nama organisasi “Muhammadiyah”. Muhammadiyah berasal dari kata Muhammad dan diberi akhiran ya’ nisbat, yang artinya adalah orang-orang yang mengikuti Muhammad. Permasalahannya adalah pemanggilan nama Nabi Muhammad, yang menurut perkataan salah seorang kiai, ketika menyebut nama Nabi Muhammad saw tidak boleh menyebut namanya saja dan harus diberi embel-embel Rasul atau Nabi. Hal tersebut didasarkan atas firman Allah di dalam al-Qur’an surat an-Nur ayat 63 yang artinya adalah: “Jangan kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain) …” [QS. an-Nur]. Bagaimana tanggapan bapak mengenai hal ini?

Pertanyaan Dari:
Nur Rohman, Gemuh Kendal

Jawaban:

Kata “Muhammad” yang berarti “terpuji”, karena baik artinya maka dijadikan nama bagi anak cucunya oleh orang yang ingin anak cucunya menjadi orang terpuji di kemudian hari. Kata “Muhammad” telah menjadi nama pula bagi diri (person) junjungan kita Nabi Muhammad saw. Sudah banyak kaum muslimin yang menamakan anaknya dengan “Muhammad”, dengan harapan agar anaknya menjadi orang terpuji dan berakhlak mulia seperti akhlak Nabi Muhammad saw. Khusus bagi Nabi Muhammad, maka kata itu dilengkapi dengan kalimat “shallallaahu ’alaihi wa sallam” (saw), artinya semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan kesejahteraan atasnya, sedang bagi orang lain yang bukan person Nabi Muhammad tidak dilengkapi dengan kalimat tersebut.

Nama Muhammadiyah bukan nama person Nabi Muhammad, tetapi nama suatu persyarikatan, yaitu “Persyarikatan Muhammadiyah”. Dari nama itu tersirat suatu makna bahwa yang menjadi anggota persyarikatan itu adalah para pengikut Nabi Muhammad saw. Karena Persyarikatan Muhammadiyah bukan nama person Nabi Muhammad, maka tidak perlu dilengkapi dengan kalimat “shallallaahu ’alaihi wa sallam” (saw).

Baca juga:  Bolehkah Mengagumi dan Mengikuti Kyai Kharismatik?

Kata Persyarikatan Muhammadiyah ini pada satu segi ada persamaannya dengan kata “Ali Muhammad” (keluarga Muhammad). Karena bukan nama person Nabi Muhammad, tidak perlu dilengkapi dengan “shallallaahu ’alaihi wa sallam” (saw), seperti: Ali Muhammad shallallaahu ’alaihi wa sallam (saw). Demikian pula kata “hizbullah” dan kata “sabilillah”, tidak perlu dilengkapi dengan “subhaanahuu wa ta’aalaa” (swt), artinya Maha Suci dan Maha Agung Dia. Kata “hizbullah” (tentara atau lasykar Allah) dan kata “sabilillah” (berjuang di jalan Allah) sangat popular di Indonesia pada masa-masa perjuangan kemerdekaan Indonesia melawan penjajah Belanda. Mereka adalah laskar yang terkenal gagah berani pada waktu itu. Banyak nama-nama lain yang sama ungkapannya dengan kata-kata di atas, seperti kata Abdullah, Abdurrahman, Nur Rohman, dan sebagainya. Seandainya kita mengikuti jalan pikiran saudara tentulah nama saudara ditulis Nur Rohman swt, karena ada nama Allah dalam nama saudara (atau nama saudara diganti dengan nama yang lain).

Mengenai ayat 63 surat An-Nur (24) kami tuliskan, Allah swt berfirman:

لاَ تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا … [النور (24): 63]

Artinya: “Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain), ….” [QS. an-Nur (24): 63]

Para mufassir dalam menafsirkan ayat ini, seperti Al-Qasimi pada kitab tafsirnya Mahasinut Ta’wil, Al-Maraghi pada tafsir Al-Maraghi, dan para mufassir yang lain menafsirkan ayat di atas sebagai berikut: Ayat ini merupakan peringatan bagi kaum muslimin agar memanggil Nabi Muhammad sesuai dengan panggilan yang diberikan Allah kepadanya, yaitu “Rasulullah” atau “Nabiyullah”, tidak seperti yang biasa berlaku di kalangan orang-orang Arab pada waktu itu. Mereka memanggil temannya dengan nama seenaknya saja. Hal ini mereka lakukan pula kepada Nabi Muhammad. Mereka memanggil Nabi Muhammad dengan “hai Muhammad”, hai Abul Qasim, hai Ibni Abdillah, dan sebagainya.

Baca juga:  Penjelasan Seputar Khulu'

Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tidaklah hormat jika kita memanggil Nabi Muhammad dengan Muhammad saja, kita harus memanggilnya dengan nama “Rasulullah”, “Nabiyullah”, jika kita ucapkan dalam bahasa Indonesia berbunyi: Rasul Allah, Nabi Muhammad, atau Nabi saw. Dengan kata saw dapat dibedakan antara Nabi Muhammad dengan nabi-nabi yang lain. Adapun untuk nabi-nabi yang lain dilengkapi namanya dengan “’alaihish-shalaatu was-salaam” (as), artinya semoga kepadanya dilimpahkan rahmat dan kesejahteraan. Itulah panggilan yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad saw yang diajarkan kepada kita semuanya, dan kita akan mematuhinya. Wallahu a’lam.

Related Articles

One Comment

  1. Mohon maaf ustadz lantas bagaimana dengan bacaan sholat yang telah di tetapakan himpunan putusan tarjih yang dimana ketika membaca tahiyat awal maupun akhir kita tidak menggunakan kata sayidinna??

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button