Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wr.wb.
Saya sebagai warga Muhammadiyah di Malang kadang merasa bingung, mengapa Muhammadiyah tidak menggunakan qunut dalam shalat baik di waktu Shubuh ataupun waktu shalat Tarawih karena di Negara kita sekarang lagi banyak terkena bencana? Terima kasih atas jawabannya karena jawaban ini akan semakin meneguhkan keyakinanku bahwa Muhammadiyah adalah salah satu ormas yang bertujuan untuk pemurnian agama Islam.
Wassalamu’alikum wr.wb.
Pertanyaan Dari:
Fahmi Abdul Halim, Malang Jawa Timur
(disidangkan pada: Jum’at, 4 Jumadal Ula 1429 H / 9 Mei 2008 M)
Jawaban:
Waalaikumussalam Wr. Wb.
Permasalahan qunut sebenarnya telah dijawab pada keputusan Muktamar Tarjih Wiradesa dan sudah termaktub dalam buku Himpunan Putusan Tarjih hal. 366-367, dan telah dijawab oleh Tim PP. Muhammadiyah Majlis Tarjih dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 2.
Pengertian qunut secara definitif adalah tunduk pada Allah dengan penuh kebaktian dan juga bisa berarti tulul qiyam (طُولُ اْلقِيَامِ) atau berdiri lama untuk membaca dan berdoa di dalam shalat sesuai dengan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ini termasuk ada tuntunannya (masyru’), berdasarkan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ جَابِرٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَفْضَلُ الصَّلاَةِ طُولُ اْلقُنُوتِ. [رواه مسلم وأحممد وابن ماجه والترمذى وصححه]
Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Shalat yang paling utama adalah berdiri lama (untuk membaca doa qunut).” [HR. Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmidzi].
Adapun qunut diartikan dengan arti khusus yakni berdiri lama ketika i’tidal dan membaca doa: Allahummahdiny fiman hadait … dan seterusnya di waktu shalat Subuh hukumnya diperselisihkan ulama, di samping doa tersebut juga sebagai doa qunut witir berdasarkan hadis:
وَعَنْ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ عَلَيْهِ السَّلَامُ قَالَ: عَلَّمَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَاتٍ أَقُولُهُنَّ فِي قُنُوتِ الْوِتْرِ: اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّك تَقْضِي وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، إنَّهُ لاَ يَذِلُّ مِنْ وَالَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ. [رَوَاهُ الْخَمْسَة]
Artinya: Diriwayatkan dari Hasan bin Ali, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan kepadaku tentang kalimat-kalimat yang aku baca ketika melakukan qunut witir: Allahumma-hdini fiman hadait, wa’afini fiman ‘afait, watawallani fiman tawallait wabarikli fima a’thaita wa qini syarra ma qadzaita fainnaka taqdzi wala yuqdza ‘alaika innahu la yadzillu man wallaita tabarakta rabbana wa ta’alaita. (HR. Lima Ahli Hadis)
Majelis Tarjih memilih untuk tidak melakukan doa qunut karena melihat hadis-hadis tentang qunut Subuh dinilai lemah dan banyak diperselisihkan oleh para ulama. Di samping itu terdapat hadis yang menguatkan tidak adanya qunut Subuh. Dalam riwayat beberapa Imam disebutkan sebagai berikut:
مَا رَوَاهُ الْخَطِيبُ مِنْ طَرِيقِ قَيْسِ بْنِ الرَّبِيعِ عَنْ عَاصِمِ بْنِ سُلَيْمَانَ، قُلْنَا لِأَنَسٍ: إنَّ قَوْمًا يَزْعُمُونَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ فَقَالَ: كَذَبُوا إنَّمَا قَنَتَ شَهْرًا وَاحِدًا يَدْعُو عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْمُشْرِكِينَ.
Artinya: Khatib meriwayatkan dari jalan Qais bin Rabi’ dari Ashim bin Sulaiman, kami berkata kepada Anas: Sesungguhnya suatu kaum menganggap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu tidak putus-putus berqunut di (shalat) subuh, lalu Anas berkata: Mereka telah berdusta, karena beliau tidak qunut melainkan satu bulan, yang mendoakan kecelakaan satu kabilah dari kabilah-kabilah kaum musyrikin. [HR. al-Khatib]
Begitu pula doa qunut witir yang dibaca sesudah i’tidal sebelum sujud pada rakaat terakhir di malam shalat witir baik dalam bulan Ramadan maupun dipertengahannya, tidak disyariatkan. Karena itu tidak perlu untuk diamalkan. Dalil-dalil yang menyatakan adanya doa qunut seperti riwayat Abu Dawud, at-Tirmidzi, riwayat an-Nasa’i, riwayat Ahmad dan riwayat Ibnu Majah dipandang kurang kuat karena ada perawi-perawi yang dipandang dhaif.
Adapun yang ada tuntunannya itu ialah qunut NAZILAH yakni dilakukan setiap shalat selama satu bulan di kala kaum muslimin menderita kesusahan dan tidak hanya dikhususkan untuk shalat tertentu saja. Dan ini berdasarkan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau pernah melakukannnya selama sebulan kemudian Meninggalkannya setelah turun peringatan Allah subhanahu wa ta’ala.
قَالَ اْلبُخَارِى قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ عَجْلاَنَ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو عَلَى رِجَالٍ مِنَ اْلمُشْرِكِينَ يُسَمِّيهِمْ بِأَسْمَائِهِمْ حَتَّى أَنْزَلَ اللهُ تَعَالَى (لَيْسَ لَكَ مِنَ اْلأَمْرِ شَيْئٌ) الأ ية – (ال عمران)
Artinya: Berkata al-Bukhari: Berkata Muhammad bin Ajlan dari Nafi’, dari Umar, katanya: Pernah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutuk orang-orang musyrik dengan menyebut nama-nama mereka sampai Allah menurunkan ayat 127 surah Ali Imran: Laisa laka minal-amri syaiun (tidak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu).”
Pemahaman yang dapat diambil dari riwayat tersebut ialah:
- Bahwa QUNUT NAZILAH tidak lagi boleh diamalkan.
- Boleh dikerjakan dengan tidak menggunakan kata-kata kutukan dan permohonan pembalasan terhadap perorangan.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah, No. 17, 2008
Artinya: “Rasulullah SAW senantiasa berqunut di shalat fajar (shalat Subuh) sampai beliau meninggal dunia.” (HR. Ahmad)
Assalamualaikum, maaf, menurut pendapat saya, berarti qunut nazilah tetap boleh dilakukan, asal dg tidak mengutuk seseorang, waktu pelaksanaan nya berarti bebas, tidak mengkhususkan harus pas sholat subuh atau sholat witir dalam terawih. Arti kata tidak mengkhususkan berarti boleh dikerjakan diwaktu itu dan boleh juga diluar waktu itu. Kesimpulannya: boleh berqunut di waktu sholat subuh dan sholat witir dalam terawih, tapi tidak boleh megkhususkanya hanya dalam waktu itu saja. Terimakasih. Wassalamu’alaikum.
Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh
Terimakasih atas tanggapannya. Sebagaimana yg telah dijelaskan pada fatwa, Muhammadiyah berpandangan bahwa yg boleh dilakukan adalah qunut nazilah, bukan qunut yg lain.