Pertanyaan:
Di daerah kami masih banyak saudara-saudara kami umat Islam yang biasa memperingati hari kematian seseorang, seperti peringatan hari pertama, ketiga, ketujuh, keempat puluh, dan seterusnya, yang di daerah kami dikenal dengan sebutan: Niga Hari, Nujuh hari, Ngempat puluh, Nyeratus dan seterusnya. Dalam peringatan tersebut disertai dengan jamuan makan, bahkan tidak jarang dengan jamuan makan yang besar yang sesuai dengan kemampuan dan kemauan orang/keluarga yang mengadakannya. Dalam pada itu yang lazim dilakukan masyarakat muslim adalah memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw tetapi tidak memperingati hari meninggalnya, seperti memperingati hari ketiga, ketujuh, keempat puluh dari wafatnya Nabi Muhammad saw., sedangkan umat Islam sebagai umat dan pengikut Nabi Muhammad terbiasa mengadakan peringatan hari kematian saudara-saudaranya. Apakah boleh mengadakan peringatan kematian seseorang seperti yang saya kemukakan? Mohon penjelasan.
Abu Farid, Jl. Let. Marzuki No. 61, Lahat, Sumatera Selatan
Jawaban:
Saudara Abu Farid, memperingati hari meninggalnya seseorang, baik peringatan hari pertama, ketiga, ketujuh, dan seterusnya, tidak didapati dasarnya dalam agama, baik dalam al-Qur’an maupun dalam as-Sunnah. Oleh karena upacara peringatan hari meninggalnya seseorang tersebut diisi dengan bacaan-bacaan tertentu dan disertai keyakinan akan adanya pahala yang diharapkan sampai pada orang yang meninggal, dan karena dalilnya tidak didapati, maka upacara seperti itu hendaknya dihindari.
Memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw tidak pernah dilakukan oleh beliau dan juga oleh sahabat-sahabatnya. Memperingati hari kelahiran Nabi yang dilakukan dengan bacaan-bacaan tertentu seperti dilakukan dalam masyarakat, juga tidak didapati dasarnya dalam agama. Tetapi apabila mengungkap kembali sejarah perjuangan beliau agar dapat bermasyarakat adalah termasuk menghidupkan syiar agama, Allah SWT berfirman:
ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ [الحج: ۳٢]
Artinya: Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. (Q.S.al-Hajj: 32)