IbadahZakat

Ketentuan Zakat Profesi dan Gaji Pensiun

Pertanyaan:

  1. Bagaimana ketentuan penghitungan zakat profesi / gaji pensiun? (Hal ini berkaitan dengan adanya perbedaan antara yang tertulis di Suara Muhammadiyah dan Buku Petunjuk Praktis Penghitungan Zakat)
  2. Mana yang benar, nishab zakat profesi diqiyaskan pada perdagangan atau pertanian?

Pertanyaan Dari:
Pimpinan Cabang Muhammadiyah Moga Pemalang Jawa Tengah
(disidangkan pada Jum’at, 11 Jumadal Ula 1429 H / 16 Mei 2008 M)

Jawaban:

Kedua pertanyaan saudara akan kami rangkum dalam satu jawaban. Namun sebelumnya, untuk memperjelas permasalahan berikut ini kami kutipkan kembali secara ringkas ketentuan zakat profesi yang telah dimuat dalam Suara Muhammadiyah dan yang dimuat dalam Buku Petunjuk Praktis Penghitungan Zakat yang disusun PCM Moga Pemalang.

Ketentuan zakat profesi yang dimuat dalam Suara Muhammadiyah adalah sebagai berikut: “Zakat Profesi dikeluarkan setelah dikurangi dengan biaya kebutuhan hidup secara wajar, seperti untuk kebutuhan pangan, sandang, perumahan, biaya pendidikan, biaya kesehatan, transportasi dan lain sebagainya; apabila dalam jangka satu tahun mencapai jumlah uang seharga 85 gram emas murni (24 karat), maka dikeluarkan zakatnya 2,5 %”.

Sementara ketentuan zakat profesi yang dimuat dalam buku Pedoman Zakat Praktis yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Lazis Muhammadiyah yang dijadikan rujukan oleh PCM Moga dalam menyusun buku Petunjuk Praktis Penghitungan Zakat adalah sebagai berikut: “Hasil profesi yang berupa harta dikategorikan berdasarkan qiyas atas kemiripan (syabbah) terhadap karakteristik harta zakat yang telah ada, yakni: Model bentuk harta yang diterima sebagai penghasilan berupa uang yang nisabnya adalah senilai dengan 552 kg beras, jika diqiyaskan dengan zakat pertanian, atau 85 gram emas jika diqiyaskan dengan zakat emas, sedangkan besarnya zakat yang harus dibayar adalah 2,5%”.

Dari kedua keterangan tersebut memang terlihat ada perbedaan, yaitu pada pengqiyasan zakat profesi dan pada ketentuan dikeluarkannya; apakah setelah dipotong biaya hidup atau sebelumnya.

Sebenarnya Fatwa Tarjih mengenai zakat profesi tidak hanya dimuat sekali dalam Suara Muhammadiyah, tetapi tidak ada salahnya kami pertegas kembali.

Baca juga:  Mandi Wajib Bagi Orang yang Berpuasa

Zakat profesi memang merupakan hasil ijtihad para ulama mutaakhir yang belum pernah ada di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga wajar jika terjadi banyak perbedaan pendapat. Namun demikian, Musyawarah Nasional Tarjih XXV tahun 2000 di Jakarta telah menetapkan bahwa zakat profesi itu hukumnya wajib, dengan ketentuan nisab setara dengan 85 gram emas 24 karat, dan kadarnya sebesar 2,5%. Dalam hal ini berarti zakat profesi diqiyaskan kepada zakat mal (harta).

Sedangkan mengenai pengeluarannya, sebagaimana telah dibahas dan dimuat dalam Tanya Jawab Agama Jilid III cetakan ke-3 halaman 157-159, dan Jilid V cetakan ke-2 halaman 95-96, Tim saat ini masih cenderung berpendapat bahwa zakat profesi dikeluarkan setelah dikurangi biaya hidup yang ma’ruf (layak), yaitu yang benar-benar biaya kebutuhan pokok atau kebutuhan primer, seperti kebutuhan pangan, sandang, perumahan, biaya pendidikan, kesehatan, transportasi dan sebagainya. Dan ukurannya adalah sesuai dengan ‘urf masing-masing daerah.

Hal ini didasarkan pada firman Allah:

وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir. (QS. Al-Baqarah: 219)

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa menurut Ibnu Abbas, al-‘Afwu adalah “sesuatu yang lebih dari kebutuhan keluarga”. Demikian juga diriwayatkan dari Ibnu Umar, Mujahid, ‘Atha, Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Muhammad bin Ka’ab, Hasan, Qatadah, Qasim, Salim, ‘Atha Khurasani, Rabi’ah bin Anas, dan lainnya berpendapat bahwa arti al-‘Afwu dalam ayat tersebut adalah “lebih”.

Hal ini juga ditunjukkan di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Abu Hurairah ra:

قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللهِ عِنْدِي دِينَارٌ قَالَ أَنْفِقْهُ عَلَى نَفْسِكَ قَالَ عِنْدِي آخَرُ قَالَ أَنْفِقْهُ عَلَى أَهْلِكَ قَالَ عِنْدِي آخَرُ قَالَ أَنْفِقْهُ عَلَى وَلَدِكَ قَالَ عِنْدِي آخَرُ قَالَ فَأَنْتَ أَبْصَرُ.

Baca juga:  Hukum Menyembelih Qurban Untuk Isteri Yang Telah Meninggal

Artinya: “Seorang laki-laki berkata: Wahai Rasulullah, saya memiliki satu dinar. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Nafkahkanlah untuk dirimu sendiri. Ia berkata lagi: Saya mempunyai yang lain lagi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Nafkahkanlah kepada keluargamu. Ia berkata lagi: Saya mempunyai yang lain lagi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Nafkahkanlah kepada anakmu. Ia berkata lagi: Saya mempunyai yang lain lagi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: Kau (berarti sudah) mempunyai kelapangan.”

Hadis ini juga diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahih-nya. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan seseorang, istri, dan anaknya lebih didahulukan daripada kebutuhan orang lain.

Muslim juga meriwayatkan dari Jabir, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada seorang laki-laki:

اِبْدَأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَ فَإِنْ فَضَلَ عَنْ أَهْلِكَ شَيْءٌ فَلِذِي قَرَابَتِكَ فَإِنْ فَضَلَ عَنْ ذِي قَرَابَتِكَ شَيْءٌ فَهَكَذَا وَهَكَذَا. [رواه مسلم]

Artinya: “Berikanlah terlebih dahulu untuk kepentingan dirimu; bila lebih, maka untuk istrimu; bila masih lebih, maka untuk keluarga terdekatmu; bila masih lebih lagi, berikanlah untuk lain-lain.” [HR. Muslim]

Meskipun hadis-hadis ini adalah tentang sedekah sunah, tetapi secara umum memberikan petunjuk tentang etika Islam dalam berinfak, dan bahwa sasarannya adalah “sesuatu yang lebih”, sebagaimana yang dipahami oleh Jumhur Ulama.

Pengambilan zakat dari pendapatan atau gaji bersih dimaksudkan supaya hutang bisa dibayar bila ada dan biaya hidup seseorang dan yang menjadi tanggungannya bisa dikeluarkan, karena biaya hidup terendah merupakan kebutuhan pokok seseorang.

Sehubungan zakat profesi diqiyaskan kepada emas, maka disyaratkan adanya haul. Jadi, semua harta yang didapat selama satu tahun berjalan digabungkan, dan jika ada sisa harta dalam satu tahun yang mencapai nisab maka wajib dikeluarkan zakatnya.

Tetapi dalam hal ini boleh juga mempercepat pengeluaran zakat. Hal ini berdasarkan hadis dari Ali ra:

أَنَّ الْعَبَّاسَ بْنَ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي تَعْجِيلِ صَدَقَتِهِ قَبْلَ أَنْ تَحِلَّ فَرَخَّصَ لَهُ فِي ذَلِكَ. [رَوَاهُ الْخَمْسَةُ إلاَّ النَّسَائِيّ]

Baca juga:  Tuntunan Pelaksanaan Ibadah Kurban di Masa Pandemi Covid-19

Artinya: “Bahwa Abbas bin Abdul Muthallib bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menyegerakan (mempercepat) pengeluaran zakatnya sebelum datang waktu halalnya (satu tahun), lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan hal itu.” [HR. lima ahli hadis kecuali an-Nasa’i]

Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Authar menyebutkan bahwa sanad hadis ini ada komentar (bernuansa negatif dari ulama hadis), tetapi dikuatkan oleh hadis-hadis lain, di antaranya riwayat Abu Dawud dan Thayalisi dari hadis Abu Rafi’:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِعُمَرَ: إنَّا كُنَّا تَعَجَّلْنَا صَدَقَةَ مَالِ الْعَبَّاسِ عَامَ اْلأَوَّلِ.

Artinya: “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Umar ra: Sesungguhnya kami telah mempercepat pengeluaran zakat harta Abbas pada tahun pertama.”

Jadi, jika mempunyai penghasilan tetap yang bisa diprediksi jika dihitung untuk waktu satu tahun ke depan telah mencapai nisab, maka bisa dikeluarkan zakatnya pada saat mendapatkan penghasilan itu.

Contoh Perhitungan Zakat Profesi

Gaji seorang pegawai sebuah perusahaan swasta nasional adalah Rp. 3.500.000,- per bulan. Setelah dipotong biaya hidup sehari-hari seperti biaya dapur/makan, pendidikan, kesehatan, listrik, pembayaran hutang dan kebutuhan pokok lainnya ternyata masih tersisa Rp. 1.850.000,- Jika dikalkulasi, dalam setahun ia mendapat Rp. 1.850.000,- x 12 = Rp. 22.200.000,-. Nishab zakat profesi adalah setara harga 85 gr emas murni 24 karat. Jika harga emas murni 24 karat per gram adalah Rp. 250.000,-, maka nishab zakat profesi adalah Rp. 21.250.000.

Dengan demikian, gaji pegawai tersebut sudah mencapai nisab dan ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 % x Rp. 1.850.000,- = Rp. 46.250,- jika dikeluarkan per bulan, atau 12 x 2,5 % x Rp. 1.850.000,- = Rp. 555.000,- jika dikeluarkan per tahun.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah, No. 16, 2008

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button