IbadahShalat

Hukum Shalat Arbain

Pertanyaan:

Di  dusun  kami  ada  kebiasaan  masyarakat  mengerjakan  sholat  40  waktu dengan berjama’ah dimulai dan tanggal 20 Sya’ban sarnpai dengan akhir bulan Ramadhan setiap tahun. Kalau tinggal satu waktu saja sholat lima waktu itu dikerjakan tidak berjama’ah, maka ia dinyatakan tidak boleh lagi mengikuti selanjutnya. Mereka mengatakan sama dengan sholat arba’in di tanah suci. Yang saya tanyakan, apakah ada dalil yang memerintahkan?

Demikian kiranya bapak dapat menjawabnya. Terima kasih.

Penanya:
Yel Hidayat, Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Bengkulu
(disidangkan pada hari Jum’at, 29 Sya’ban 1427 H / 22 September 2006 M)

Jawaban:

Saudari Yel Hidayat yang baik, berikut ini jawaban atas pertanyaan saudari:

Dalil yang memerintahkan sholat arba’in di selain masjid Nabawi di Madinah itu tidak ada. Jadi dengan demikian kebiasaan masyarakat di dusun saudari tersebut bid’ah yang harus segera dihentikan, ini karena ibadah tanpa dalil itu dilarang oleh agama. Para ulama dalam hal ini telah membuat kaidah:

الأَصْلُ فِى اْلعِبَادَةِ التَّوْقِيْفُ.

Artinya: Asal semua ibadah itu adalah berhenti (menunggu apa yang diperintahkan oleh syariat).”

Maksudnya, kita tidak boleh menambah atau mengurangi apa yang diperintahkan oleh syariat, atau bahkan mengada-adakan sesuatu yang tidak diperintahkan olehnya atas dasar pikiran kita.

Memang sholat secara berjama’ah itu sangat dianjurkan oleh syariat. Namun pelaksanaannya tidak terbatas pada sholat 40 waktu saja seperti kebiasaan masyarakat di dusun saudari. Tambahan lagi, kebiasaan tersebut aneh, kalau tertinggal satu waktu saja, seseorang tidak boleh mengikuti selanjutnya. Ini berarti ia tidak perlu sholat berjama’ah lagi hingga akhir Ramadhan dan ini tidak benar. Kami kira sebab kebiasaan tersebut adalah kesalahan dalam memahami sholat arba’in di Madinah. Untuk lebih rinci berikut ini dikutipkan hadis tentang sholat arba’in di Madinah.

Baca juga:  Bolehkah Penyembelihan Kurban di Luar Tasyriq?

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَلَّى فِى مَسْجِدِيْ أَرْبَعِيْنَ صَلاَةً لاَ تَفُوْتُهُ صَلاَةٌ كَتَبَ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنَ اْلعَذَابِ وَبَرِيْءٌ مِنَ النِّفَاقِ. [رواه أحمد والطبراني فى الأوسط ورجاله ثقات].

Artinya: “Diriwayatkan dari Anas bin Malik, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda: “Barangsiapa sholat di masjidku 40 sholat, tidak tertinggal satu sholatpun, niscaya ditulis baginya bebas dari neraka, bebas dari siksa, dan bebas dari kemunafikan”.” [HR. Ahmad dan Thabrani di dalam Kitab al-Ausath, dan perawinya tsiqat].

Kesahihan hadis ini masih diperselisihkan oleh kalangan para ahli hadis. Menurut Syaikh al-Albani hadits ini dlaif. Hadis ini menerangkan keutamaan sholat berjama’ah di masjid Nabawi. Bagi mereka yang bisa menjaga sholat berjama’ah selama 40 waktu (delapan hari) berturut-turut di masjid tersebut diberi pahala luar biasa yaitu bebas dari neraka, siksa dan sifat munafik. Hal ini tidak bisa dianalogikan kepada sholat berjama’ah di masjid-masjid lain, karena keutamaan dan keistimewaan tersebut hanya khusus diberikan kepada masjid Nabawi sebagai penghormatan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Perlu ditambahkan di sini bahwa jika seseorang itu tertinggal satu kali waktu ketika sholat arba’in di masjid Nabawi, maka ia boleh memulakannya semula. Juga perlu ditegaskan di sini bahwa keutamaan menjaga sholat arba’in secara berjama’ah di masjid Nabawi itu tidak berarti bahwa sholat berjama’ah itu cukup selama 40 waktu saja, karena sholat berjama’ah tetap dituntut atau dianjurkan di masjid Nabawi dan di masjid-masjid lain meskipun seseorang itu telah melakukan sholat arba’in.

Wallahu a’lam bishshawab.

Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah No.1, 2007.

Baca juga:  Ketentuan Hari Raya yang Jatuh pada Hari Jumat dan Maksud Haji Akbar

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button