Pertanyaan :
Apakah Imam harus merangkap khatib dalam shalat Jum’at atau bisa juga tidak merangkap, artinya Imam tidak harus merangkap khatib ?
Pertanyaan Dari:
Drs. H. Irfai Ilyas, Imam Supardi, S. Ag.,
Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PDM Kabupaten Temanggung Jawa Tengah.
Jawaban :
Setelah kami pelajari dan meneliti dalil-dalil yang dilampirkan dalam surat Saudara, maka dapat kami memberi jawaban sebagai berikut :
1. Memang ada hadis Nabi saw yang diriwayatkan Imam Muslim yang berbunyi:
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ اْلجُمْعَةِ وَاْلإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَلْيَتَجَوَّزْ فِيهِمَا. [رواه مسلم]
Artinya: “Apabila pada hari Jum’at salah seorang dari kamu datang di waktu imam sedang berkhutbah, hendaklah ia shalat dua rakaat dengan agak cepat.” [HR. Muslim]
Dari hadis tersebut terkesan secara mafhum mukhalafah bahwa yang melakukan khutbah (khatib) adalah imam juga.
2. Dilihat dari praktek Rasulullah saw, beliau selalu disamping sebagai khatib juga imam dalam shalat Jum’at, bahkan bagi shalat fardlu di Masjid Madinah bila beliau tidak berhalangan, bepergian atau sakit. Begitu pula pada masa Khalifah Rasyidin.
Memang idealnya demikian, apalagi Rasulullah itu adalah uswah dan qudwah bagi umat dalam segala urusan, lebih-lebih dalam bidang ibadah khusus. Juga perlu dicamkan Nabi saw sangat fasih dalam membaca ayat-ayat al-Qur’an dan juga sangat bijak dalam berkhutbah. Tidak ada sahabat yang mau tampil sebagai Imam atau khatib, kalau di situ Rasulullah saw hadir.
3. Namun demikian, bila diteliti dengan cermat isi hadis tersebut dan hadis-hadis lainnya yang sejenis dengan itu, kita tidak dapat menarik kesimpulan bahwa Imam harusmerangkap khatib Jum’at, karena mafhum mukhalafah di situ tidak memenuhi syaratnya untuk berhujjah.
Menurut hemat kami, mafhum mukhalafah dalam hadis itu dimaksudkan untuk keagungan atau “lit-tafkhim” saja, atau dengan lain perkataan tidak bisa diamalkan mafhum mukhalafahnya. Bahkan Abu Hanifah dan Ibnu Hazm tidak berhujjah pada mafhum mukhalafah secara mutlak.. Kalau kita pakai istilah-istilah dalam kitab ushul fiqih disebutkan جمع مفاهيم المخالفة ليس بحجة (semua mafhum mukhalafah tidak bisa menjadi hujjah), menurut Abu Hanifah dan Ibnu Hazm.
4. Menurut pentahqiqan kami, idealnya kalau memenuhi syarat-syarat, seorang Imam seyogyanya merangkap sebagai khatib, bukan seharusnya. Jadi, kalau dipandang perlu pada suatu waktu bisa saja Imam itu tidak merangkap sebagai khatib Jum’at.
5. Bahwa Nabi s.a.w. selalu menjadi khatib dan Imam adalah sunnah fi’liyyah, yangvtidak menimbulkan keharusan untuk melakukan atau mengikutinya.
Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah, No. 8, 2003