Hari RayaIbadahShalat

Takbir Zawaid Idain dan Khutbah Khusus untuk Jamaah Perempuan

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Pada hari raya Idul Fitri 1429 H yang lalu kawan saya di Yogyakarta menyampaikan bahwa pada sebuah masjid di kota Yogyakarta melaksanakan tata cara salat hari raya agak berbeda dari jamaah salat di tempat lain. Perbedaan pertama, pada rakaat pertama dan rakaat kedua tidak ada tambahan takbir 7 dan 5 kali. Perbedaan kedua, pada pertengahan khutbah Khatib berjalan menuju jamaah perempuan untuk memberikan khutbah khusus. Menurut khatib semua itu dilaksanakan oleh Rasulullah saw. Mohon penjelasan tentang hal tersebut.

Pertanyaan Dari:
Wijayanti Wijonako, Karanganyar Solo Jawa Tengah
(disidangkan pada hari Jum’at, 24 Rajab 1430 H / 17 Juli 2009)

Jawaban:

Sebelum menjawab pertanyaan saudara tentang perbedaan pelaksanaan takbir zawaid dalam salat Idul Fitri dan salat Idul Adha, perlu kami sampaikan bahwa masalah tersebut telah sering ditanyakan kepada kami baik langsung maupun melalui rubrik tanya jawab Suara Muhammadiyah, seperti pernah ditanyakan oleh Muhammad Parigi dari Sulawesi Tengah.

Penjelasan lengkap tentang takbir zawaid bisa saudara baca pada buku Tanya Jawab Agama jilid 1 hal 113-115. Secara singkat kami sampaikan bahwa Muktamar Tarjih ke-20 di Garut Jawa Barat tahun 1976 telah memutuskan bahwa takbir dalam salat idain ialah tujuh kali (takbir) pada rakaat pertama dan lima kali (takbir) pada rakaat kedua, dan Keputusan Muktamar Tarjih tersebut telah ditanfidz oleh PP Muhammadiyah tahun 1397/1977.

Adapun keputusan Muktamar Tarjih itu berbunyi:

ثُمَّ يُكَبِّرُ بَعْدَ تَكْبِـيْرَةِ اْلإِحْرَامِ سَبْعَ تَكْبِيْرَاتٍ لِلرَّكْعَةِ اْلأُوْلَى وَخَمْسًا لِلثَّانِيَـةِ.

Artinya: “Kemudian ia bertakbir setelah takbiratul ihram tujuh kali takbir pada rakaat pertama dan lima kali takbir (setelah takbir intiqal) pada rakaat kedua.”

Sedang dalil-dalil yang dijadikan alasan adalah:

1- عَنْ كَثِيرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَبَّرَ فِى الْعِيدَيْنِ فِى الأُولَى سَبْعًا قَبْلَ الْقِرَاءَةِ وَفِى الآخِرَةِ خَمْسًا قَبْلَ الْقِرَاءَةِ. [رواه الترمذى]

Artinya: “Diriwayatkan dari Kasir bin Abdullah dari ayahnya dari kakeknya, sungguh Nabi saw bertakbir pada salat dua hari raya tujuh kali (takbir) pada rakaat pertama dan lima kali (takbir) pada rakaat kedua sebelum membaca (surat).” [HR. at-Tirmidzi]

Baca juga:  Masalah Shalawat dan Kitab Barzanji

2- أنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَـبَّرَ فِي عِيْدٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ تَكْبِيْرَةً سَبْعًا فِى اْلأُوْلَى وَخَمْسًا فِى الآخِرَةِ وَلَمْ يُصَلِّ قَبْلَهُمَا وَلاَبَعْدَهُمَا. [رواه أحمد]

Artinya: “Sungguh Nabi saw bertakbir pada salat hari raya duabelas (kali) takbir, tujuh kali (takbir) pada rakaat pertama dan lima kali (takbir) pada rakaat kedua dan beliau tidak melakukan salat (sunat) sebelumnya dan tidak pula sesudahnya.” [HR. Ahmad]

3- عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ قَالَ نَبِيُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ التَّكْبِيْرُ فىِ الْفِطْرِ سَبْعٌ فِى اْلأُوْلَى وَخَمْسٌ فِى اْلآخِرَةِ وَالْقِرَاءَةُ بَعْدَهُمَا كِلْتَيْهِمَا. [رواه أبو داود]

Artinya: Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr ia berkata, Nabiyullah saw bersabda: Takbir pada (salat) hari raya (fitri) tujuh kali (takbir) pada rakaat pertama dan lima kali (takbir) pada rakaat kedua sebelum membaca (surat).” [HR. Abu Dawud]

Untuk menjawab pertanyaan saudara yang pertama (mengapa pada takbir pertama dan kedua dalam salat Idul Fitri tidak melaksanakan tujuh dan lima kali takbir sebagaimana yang lain?), maka sesuai dengan hasil pembacaan kami terhadap dokumen Tarjih yang ada kaitannya dengan pertanyaan saudara perlu kami sampaikan beberapa hal, yaitu;

1. Mengenai jumlah takbir zawaid di dalam salat idain (hari raya Fitri dan Adha) terdapat dua pendapat. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa takbir zawaid itu tujuh dan lima, yakni setelah takbiratul ihram membaca tujuh kali takbir pada rakaat pertama, dan lima kali takbir pada rakaat kedua setelah takbir intiqal. Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa takbir dalam salat idain itu satu-satu, yaitu takbir dalam salat idul Fitri dan Idul Adha dilakukan satu kali pada rakaat pertama dan kedua sebagaimana halnya salat biasa, seperti salat Jum’at dan lainnya.

2. Adapun pendapat pertama (takbir zawaid tujuh dan lima) beralasan pada hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmidzi sebagaimana dijelaskan di atas. Juga berdasarkan kepada Qaidah Tarjih tentang “Hadis-hadis dhaif yang dapat dijadikan hujjah”. Qaidah yang dimaksud adalah:

اْلأَحَادِيْثُ الضَّعِيْفَةُ يَعْضَدُ بَعْضُهَا بَعْضًا لاَ يُحْتَجُّ بِهَا إِلاَّ مَعَ كَثْرَةِ طُرُقِهَا وَفِيْهَا قَرِيْنَةٌ تَدُلُّ عَلَى ثُبُوْتِ أَصْلِهَا وَلَمْ تُعَارِضْ الْقُرآنَ وَالْحَدِيْثَ الصَّحِيْحَ

Baca juga:  Zakat Harta Warisan yang telah Dizakati

Artinya: “Hadis-hadis dhaif yang menguatkan satu pada lainnya tak dapat dibuat hujjah, kecuali apabila banyak jalannya dan padanya terdapat qarinah yang menunjukkan ketetapan asalnya dan tidak bertentangan dengan al-Quran dan Hadis Sahih”.

Dari qaidah tersebut dapat dipahami bahwa hadis-hadis tentang takbir zawaid meskipun kualitasnya tidak sampai pada derajat hadis sahih bahkan dikategorikan hadis dhaif, akan tetapi jalan (periwayatan)-nya banyak dan terdapat qarinah yang menunjukkan asalnya, yaitu bahwa takbir tujuh dan lima dipraktekkan oleh beberapa shahabat.

3. Sedang pendapat yang mengatakan bahwa takbir dalam salat idain itu satu kali takbir pada rakaat pertama dan satu kali takbir pada rakaat kedua, beralasan bahwa hadis-hadis yang menunjukkan adanya takbir tujuh kali pada rakaat dan lima kali pada rakaat kedua, semuanya tidak ada yang sampai pada derajat sahih, dan hadis dhaif meskipun banyak jumlahnya tidak bisa saling kuat menguatkan untuk dijadikan hujjah.

Adapun permasalahan kedua yang saudara tanyakan – yakni tentang khatib menyampaikan khutbah khusus untuk perempuan – , pemahaman ini didasarkan pada hadis riwayat Jabir bin  Abdullah sebagai berikut;

قَالَ شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلاَةَ يَوْمَ الْعِيدِ فَبَدَأَ بِالصَّلاَةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلاَ إِقَامَةٍ ثُمَّ قَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى بِلاَلٍ فَأَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ وَحَثَّ عَلَى طَاعَتِهِ وَوَعَظَ النَّاسَ وَذَكَّرَهُمْ ثُمَّ مَضَى حَتَّى أَتَى النِّسَاءَ فَوَعَظَهُنَّ وَذَكَّرَهُنَّ. [رواه مسلم]

Artinya: “Saya pernah menyaksikan Nabi saw pada hari raya, beliau memulai dengan salat sebelum khutbah tanpa adzan dan iqamah, kemudian beliau berdiri dengan bersandar kepada Bilal, beliau memerintahkan untuk bertaqwa kepada Allah, menganjurkan taat kepada Allah, dan menasehati para jamaah, dan mengingatkannya. Kemudian beliau berlalu, sehingga mendatangi jamaah perempuan, beliau menasehati mereka dan mengingatkannya.” [HR. Muslim]

Hadis-hadis yang semakna dengan hadis Muslim cukup banyak di antaranya:

1. Hadis riwayat Abdurrahman bin Abbas ia menceritakan;

سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ فِطْرٍ أَوْ أَضْحَى فَصَلَّى ثُمَّ خَطَبَ ثُمَّ أَتَى النِّسَاءَ فَوَعَظَهُنَّ وَذَكَّرَهُنَّ وَأَمَرَهُنَّ بِالصَّدَقَةِ. [رواه البخارى]

Baca juga:  Puasa Arafah, Haruskah Bertepatan Dengan Wukuf?

Artinya: “Saya mendengar Ibnu Abbas berkata, saya (Ibnu Abbas) telah keluar rumah (untuk melaksanakan salat ied) bersama Rasulullah saw pada hari Fitri atau Adha, beliau salat lalu berkhutbah, kemudian mendatangi jamaah perempuan dan beliau menasehati mereka, mengingatkannya, dan menyuruh mereka agar mengeluarkan shadaqah.” [HR. al-Bukhari]

2. Hadis riwayat Jabir bin Abdullah dengan redaksi yang berbeda dengan  hadis Jabir bin Abdullah yang terdapat dalam kitab Muslim:

إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ يَوْمَ الْفِطْرِ فَصَلَّى فَبَدَأَ بِالصَّلَاةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ ثُمَّ خَطَبَ النَّاسَ فَلَمَّا فَرَغَ نَبِيُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَزَلَ وَأَتَى النِّسَاءَ فَذَكَّرَهُنَّ وَهُوَ يَتَوَكَّأُ عَلَى يَدِ بِلاَلٍ. [رواه مسلم]

Artinya: “Sungguh Nabi saw merayakan hari Fitri, maka beliau salat, beliau memulai dengan salat sebelum khutbah kemudian menyampaikan khutbah kepada jamaah, maka ketika Nabiyullah Saw. selesai (dari khutbahnya), beliau turun dan mendatangi jamaah perempuan beliau menasehati dan mengingatkannya, sedang beliau berdiri dengan bersandar kepada Bilal.” [HR. Muslim]

Hadis riwayat Abdurrahman bin Abbas menjelaskan bahwa Nabi saw merayakan Idul Fitri atau Idul Adha dengan salat dulu kemudian khutbah, dan Nabi saw mendatangi jamaah perempuan untuk menasihatinya dan memerintahkan mereka agar mengeluarkan sadaqah, sedang hadis riwayat Jabir bin Abdullah menegaskan bahwa nasihat Nabi untuk jamaah perempuan dilakukan setelah beliau selesai dari khutbahnya.

Imam an-Nawawi dalam syarah Shahih Muslim berpendapat bahwa nasihat (khutbah) khusus untuk jamaah perempuan dilaksanakan setelah selesai dari khutbah. Hal ini ditunjukkan oleh kalimatفَلَمَّا فَرَغَ نَزَلَ فَأَتَى النِّسَاءَ  (maka ketika Nabi selesai dari khubahnya, lalu beliau mendatangi jamaah perempuan), dan hal ini sangat dianjurkan untuk dilaksanakan jika jamaah perempuan tidak dapat mendengar khutbah yang disampaikan oleh khatib.

Sesuai dengan pembacaan terhadap hadis-hadis tersebut dan syarahnya (penjelasannya), maka nasihat yang pernah dilakukan oleh Nabi saw pada hari Fitri atau Adha dilaksanakan setelah selesai khutbah bukan ditengah-tengah khutbah.

Demikian penjelasan atau jawaban yang dapat kami sampaikan semoga menjadi wawasan bagi kita semua.

Wallahu a’lam bish-shawab

Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah No. 20, 2009

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button