Pertanyaan:
Bagaimana hukumnya orang yang melaksanakan shalat ‘Id dan atau berbuka tidak pada hari ia berbuka? Atau hari Kamis ia berbuka/berhari raya, tetapi melakukan shalat ‘Id/berkhutbah pada hari Jum’at, seperti yang terjadi pada Hari Raya Idul Fitri 1423 H yang lalu, yang dilakukan salah seorang mubaligh Muhammadiyah di tempat kami?
Jawaban:
Berhari Raya dan melakukan shalat ‘Id adalah ibadah dalam arti khusus, kita melaksanakannya dalam satu paket tidak boleh diubah, ditambah, atau dikurangi. Kita dalam hal ibadah khusus harus ittiba’ kepada Rasulullah saw, dan di sini tidak berlaku pemikiran (ijtihad). Sesuai pula dengan qaidah ushul:
اَلأَصْلُ فِي اْلعِبَادَةِ اَلتَّحْرِيمُ.
Artinya : “Pada prinsipnya dalam soal ibadah (khusus) adalah haram.”
Ini berarti tidak boleh dilaksanakan kalau tidak ada tuntunan dari Nabi Muhammad saw.
Dalam kasus yang saudara sebutkan itu, dimana ada muballigh Muhammadiyah yang berbuat seperti itu, seharusnya jangan sampai terjadi, karena rujukan kita adalah al-Qur’an dan as-Sunnah. Jangan sampai kita berbuat sesuatu tanpa berdasar nash. Kalau berhari raya pada hari Kamis, ya kerjakan shalat ‘Id juga pada hari itu pula. Lebih dari itu seorang mubaligh harus menjadi panutan ummat, jangan justru membuat ummat yang dipimpinnya menjadi bingung. Semoga, di waktu-waktu yang akan datang tidak terulang lagi kasus semacam itu.
Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah, No. 5, 2003